POSKOTA.CO.ID - Bantuan sosial (bansos) seperti PKH dan BPNT telah menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas sosial-ekonomi di Indonesia.
Di tengah fluktuasi harga pangan, perlambatan ekonomi, serta tantangan pascapandemi, bansos menjadi penopang bagi jutaan keluarga yang berada pada garis rentan.
Pada 21 Agustus 2025, pemerintah memulai tahapan baru pencairan bansos untuk periode Juli–September 2025. Namun, proses ini tidak serta-merta langsung berupa transfer dana ke rekening KPM.
Ada mekanisme berlapis yang melibatkan verifikasi data, penentuan penerima manfaat, hingga penyaluran melalui bank penyalur.
Baca Juga: Kecelakaan Maut di Jalan Raya Bogor, Pengendara Motor Tewas Seketika
1. Penentuan KPM: Tahap Awal yang Krusial
Melansir dari channel Youtube @Diary Bansos tahap pertama dalam pencairan bansos adalah penentuan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) melalui sistem SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation) atau DTSEN.
Pada 21 Agustus 2025, sistem menampilkan bahwa penentuan KPM untuk periode triwulan telah dimulai. Angkanya tercatat Rp 600.000 per bulan untuk masing-masing keluarga penerima.
Namun, meski sudah ditentukan, dana belum bisa langsung cair karena masih ada beberapa tahap lanjutan yang harus diselesaikan.
2. Verifikasi Data oleh BPS: Menyaring yang Berhak
Salah satu inovasi dalam proses bansos 2025 adalah keterlibatan Badan Pusat Statistik (BPS). Melalui survei lapangan (ground check) yang ditutup pada 18 Agustus 2025, BPS memverifikasi kembali kelayakan penerima.
Data ini kemudian diranking berdasarkan tingkat kesejahteraan, lalu dikirim ke Kemensos untuk diintegrasikan ke sistem. Pendekatan ini bertujuan mencegah salah sasaran yang sering menjadi kritik publik di masa lalu.
3. Mengapa Proses Memakan Waktu?
Masyarakat sering bertanya, “Mengapa bantuan belum cair meski sudah ditentukan KPM-nya?”. Jawabannya terletak pada kompleksitas administrasi.
Setiap tahap, mulai dari “evaluasi komponen” hingga “final closing”, harus dilalui dengan hati-hati. Kesalahan kecil, seperti duplikasi data atau status ekonomi penerima yang berubah, bisa menyebabkan polemik. Pemerintah berupaya menghindari masalah sebelumnya, misalnya kasus penggunaan dana bansos untuk perjudian online.
4. Risiko Salah Sasaran dan Upaya Pencegahan
Bansos yang tidak tepat sasaran bisa menimbulkan dua dampak serius: pertama, keluarga miskin tidak menerima haknya; kedua, keluarga yang sudah sejahtera tetap menikmati subsidi.
Untuk itu, pemerintah kini menerapkan cek silang data multi-sumber:
- Data kependudukan
- Survei lapangan
- Informasi ekonomi BPS
- Laporan masyarakat
Jika ditemukan penerima yang tidak lagi memenuhi syarat, bansos bisa dihentikan. Namun, bagi keluarga yang merasa masih layak, tersedia jalur banding melalui aplikasi Cekbansos.
5. Atensi Yatim Piatu (YAPI): Skema Khusus
Selain PKH dan BPNT, pemerintah juga menyalurkan bansos melalui skema Atensi Yatim Piatu (YAPI). Untuk periode Juli–September 2025, bantuan sebesar Rp 600.000 per bulan juga masuk ke skema ini.
Bedanya, jika sebelumnya cair dua bulan sekali, kini pencairan dilakukan per triwulan. Beberapa daerah bahkan sudah mulai mencatatkan data BNBA (By Name By Address) di bank penyalur.
6. Distribusi Kartu dan Buku Tabungan
Di beberapa daerah, proses bansos juga mencakup pembagian Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan buku tabungan baru. Misalnya di Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, masyarakat sudah menerima undangan untuk mengambil KKS.
Bank-bank yang terlibat antara lain:
- Bank Mandiri
- Bank BRI
- Bank Syariah Indonesia (BSI)
Sementara itu, Bank BNI masih dalam tahap penyiapan rekening kolektif.
Bagi keluarga yang belum menerima undangan, pemerintah meminta untuk bersabar, karena distribusi dilakukan secara bertahap agar lebih terkontrol.
7. Perspektif Sosial: Antara Harapan dan Tantangan
Bansos bukan sekadar angka dalam sistem, melainkan napas kehidupan bagi banyak keluarga. Rp 600.000 per bulan bisa berarti:
- Makanan bergizi untuk anak-anak
- Biaya sekolah yang terjaga
- Obat-obatan untuk orang tua
Namun, bansos juga menghadirkan dilema. Ada sebagian masyarakat yang merasa malu menerima bantuan, menganggapnya sebagai simbol keterpurukan. Di sisi lain, ada pula pihak yang berupaya memanipulasi data agar tetap masuk daftar penerima meski kondisi ekonominya sudah membaik.
8. Teknologi Digital dalam Transparansi Bansos
Keberadaan aplikasi Cekbansos menjadi alat penting untuk meningkatkan transparansi. Masyarakat kini bisa memeriksa status penerima secara mandiri tanpa harus menunggu informasi dari RT/RW.
Selain itu, dengan integrasi ke sistem perbankan, dana bansos bisa dipantau jejak pencairannya, sehingga peluang penyelewengan semakin kecil.
Baca Juga: BPBD Kabupaten Bekasi Catat 13 Gempa Susulan Pascagempa Magnitudo 4,9
9. Tantangan ke Depan
Meski banyak perbaikan, ada beberapa tantangan besar yang harus dihadapi:
- Digital divide – tidak semua masyarakat mampu mengakses aplikasi cek bansos.
- Update data lambat – perubahan status ekonomi tidak selalu tercatat cepat.
- Distribusi manual – di daerah terpencil, proses pembagian KKS masih menemui hambatan logistik.
10. Harapan akan Bansos yang Adil
Pencairan PKH dan BPNT Juli–September 2025 adalah bukti bahwa pemerintah berkomitmen menjaga kesejahteraan rakyat. Namun, keadilan dalam distribusi bansos tetap menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah selesai.
Dari sudut pandang manusiawi, bansos adalah jembatan antara kebijakan negara dan kebutuhan sehari-hari masyarakat kecil. Keberhasilannya tidak hanya diukur dari jumlah rupiah yang cair, tetapi juga dari rasa aman, adil, dan bermartabat yang dirasakan penerima.