POSKOTA.CO.ID - Palmerah kini menjadi salah satu kawasan terpadat di Jakarta Barat, ternyata menyimpan banyak catatan sejarah sejak masa kolonial Belanda.
Nama Palmerah sendiri memiliki arti yang cukup unik. Konon kata "Pal" merujuk pada patok atau batas wilayah, sedangkan "Merah" menggambarkan warna patok tersebut.
Pada masa lampau, patok merah ini dijadikan sebagai penanda batas wilayah Batavia (nama lama Jakarta) menuju arah Bogor.
Kawasan ini juga menjadi jalur utama bagi Gubernur Jenderal Belanda yang kerap melakukan perjalanan dinas ke Istana Bogor, sembari singgah untuk mengganti atau mengistirahatkan kereta kuda mereka di sekitar Pos Pengumben.
Baca Juga: Siapa Abang Poa? Menelisik Jejak Sejarah dan Kejayaan Pasar Tanah Abang Jakarta
Jejak Sejarah dari Permata Hijau Hingga Palmerah
Dilansir dari kanal YouTube Pawiro Channel, perjalanan dimulai dari Permata Hijau, kawasan perumahan elit di Jakarta Selatan. Dari sini, kita menyusuri jalan yang mengarah ke Palmerah melalui Jalan Tentara Pelajar.
Di sisi jalan tampak rel kereta api yang menjadi jalur penting penghubung dari Tanah Abang hingga Rangkasbitung. Jalur ini pertama kali dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1899, sebagai bagian dari upaya meningkatkan konektivitas antara Batavia dan Banten
Palmerah bukan hanya dikenal sebagai kawasan padat penduduk, tetapi juga menjadi rumah bagi kelompok media, seperti Kompas Gramedia, Tempo, bahkan Poskota.
Di kawasan ini pula berdiri hotel, pusat perbelanjaan, dan jalur tol yang semakin memperkuat posisi Palmerah sebagai salah satu pusat aktivitas bisnis dan informasi di Jakarta.
Baca Juga: Mengenal Monumen Patung Jenderal Sudirman di Jakarta: Simbol Kepahlawanan dan Perjuangan
Tidak jauh dari pusat perkantoran tersebut, berdiri Stasiun Palmerah, yang dibangun pada era kolonial. Meski bernama Palmerah, stasiun ini terletak di perbatasan Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat dan Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.