“Jika perut lapar, bagaimana seseorang bisa menerima edukasi atau berinovasi? Pemerintah harus memastikan rakyat kenyang dulu sebelum fokus ke pendidikan dan inovasi,” katanya penuh empati.
Pernyataan ini mengandung filosofi sederhana namun kuat: manusia tidak bisa berkembang dalam kondisi kelaparan. Ketahanan pangan adalah bentuk paling nyata dari perlindungan negara terhadap warganya.
Timothy mengingatkan bahwa sering kali kita terjebak dalam narasi angka angka pertumbuhan, angka inflasi, angka ekspor—tetapi lupa pada manusia yang menjadi subjek pembangunan. Apa gunanya pertumbuhan ekonomi jika masih banyak anak Indonesia yang kekurangan gizi? Di sinilah pentingnya empati dalam kebijakan ekonomi.
Pendidikan dan Inovasi sebagai Pilar Masa Depan
Setelah kebutuhan dasar seperti makanan dan kesehatan terpenuhi, Timothy menilai pendidikan dan inovasi menjadi kunci berikutnya. Ia percaya bahwa pendidikan yang bermutu akan menciptakan sumber daya manusia yang siap berinovasi dan membangun bisnis.
“Negara maju menjadikan ketahanan pangan sebagai yang pertama dan mendasar, lalu pendidikan, inovasi, hingga kapitalisasi pasar modal yang kuat,” kata Timothy.
Dalam urutan logis ini, kita bisa melihat pendekatan sistematis: mulai dari kebutuhan dasar, lalu pendidikan sebagai jembatan menuju masa depan, dan akhirnya ekonomi yang ditopang oleh inovasi serta kapitalisasi yang sehat.
Kapitalisasi Pasar Modal: Potensi Besar yang Belum Tergarap
Timothy juga mendorong peran pasar modal sebagai instrumen penggerak pertumbuhan ekonomi. Ia melihat bahwa Indonesia masih belum maksimal dalam menggali potensi ini.
Bagi Timothy, bursa saham bukan hanya ajang spekulasi, tetapi cerminan dari kepercayaan investor pada ekonomi nasional. Oleh sebab itu, penting bagi pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif agar bisnis lokal tumbuh dan layak go public.
Apresiasi pada Gaya Kepemimpinan Prabowo
Menariknya, Timothy tak segan memuji gaya kepemimpinan Prabowo Subianto yang dinilainya tulus dan berorientasi pada rakyat. “Prabowo sudah tidak mencari keuntungan pribadi. Beliau hanya ingin rakyatnya maju. Pemimpin seperti ini yang kita butuhkan,” ungkapnya.
Meski berasal dari generasi muda, Timothy tidak terjebak dalam sikap sinis terhadap politik. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa anak muda bisa bersikap kritis sekaligus apresiatif terhadap pemerintah yang bekerja dengan hati.
Baca Juga: Dukung Pemberdayaan UMKM dan PKL, Bank Jakarta Kolaborasi dengan APKLI Perjuangan
Optimisme dan Tantangan Menuju 2045
Pandangan Timothy mencerminkan optimisme terukur. Ia tidak menutup mata terhadap tantangan seperti kesenjangan wilayah, ketergantungan impor, dan lemahnya pasar modal domestik. Namun, ia juga melihat peluang besar terutama jika kebijakan dijalankan dengan konsisten dan berpihak pada rakyat.