POSKOTA.CO.ID - Bryan Johnson bukanlah nama asing di dunia teknologi dan kesehatan. Pengusaha asal Silicon Valley ini dikenal sebagai pendiri Braintree dan Kernel, dua perusahaan yang merevolusi pembayaran digital dan neuroteknologi. Namun sejak 2021, namanya melejit bukan karena inovasi software, melainkan karena Blueprint, proyek personalnya untuk mengalahkan penuaan.
Dengan rutinitas harian yang melibatkan konsumsi 111 suplemen, transfusi darah dari anaknya sendiri, serta tidur menggunakan pemindai otak, Johnson menjadi simbol ekstrem dari gerakan longevity. Ia mengklaim telah menurunkan usia biologisnya hingga setara dengan pria 18 tahun, padahal usianya kini 46 tahun.
Namun, jalan yang ia tempuh ternyata tak selalu mulus. Keputusannya baru-baru ini untuk menjual perusahaan Kernel menandai titik balik besar dalam perjalanan yang semula tampak tak terhentikan.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries, Pisces, Taurus Besok Kamis 24 Juli 2025: Siap Hadapi Sinyal Semesta?
Kernel: Mimpi Teknologi yang Terlalu Mahal?
Kernel adalah perusahaan neuroteknologi yang mendesain helm pemindai aktivitas otak seharga Rp 14 miliar per unit. Alat ini bertujuan mengukur, memahami, dan mengoptimalkan fungsi otak manusia secara real time. Impian Johnson adalah menjadikan data neurologis sebagai alat utama untuk memperpanjang usia manusia—atau setidaknya meningkatkan kualitas hidup mereka.
Namun, pasar berkata lain. Dengan harga yang terlampau tinggi, Kernel dianggap gagal menembus pasar massal. Banyak pihak menilai bahwa teknologi canggih ini belum menjawab kebutuhan aktual masyarakat. Akibatnya, meski secara ilmiah menjanjikan, produk-produk Kernel dinilai terlalu eksklusif dan mahal untuk diadopsi secara luas.
Dari kacamata manusia biasa, rutinitas Johnson bisa terlihat nyaris menyeramkan: 111 pil, transfusi darah dari anak kandung, kontrol kalori yang diawasi AI, dan isolasi sosial untuk menjaga pola tidur. Bagi sebagian orang, ini bukan hidup yang panjang, tetapi hidup yang ditekan demi bertahan.
Kita bisa bertanya: Apa makna hidup jika semua momen diukur, dikontrol, dan dimonitor? Dalam upaya mempertahankan kesehatan, apakah kita diam-diam kehilangan rasa kemanusiaan?
Obsesi Johnson membuka diskusi yang lebih besar tentang bagaimana manusia modern mendefinisikan keberhasilan hidup. Apakah hidup panjang selalu lebih baik daripada hidup yang bermakna?
Kritik Ilmiah: Ilusi Keabadian?
Artikel provokatif WIRED berjudul “Bryan Johnson Is Going to Die” menyoroti absurditas dari gerakan longevity ekstrem. Seolah menyentil langsung proyek Johnson, artikel ini menunjukkan bahwa seberapa jauh pun seseorang berusaha, kematian tetap tak terhindarkan.
Dr. Andrea Maier, ahli gerontologi, memberikan pendapat tajam: