Pakar Jelaskan Mengapa Pengemudi Taksi Online Rentan Dibegal

Kamis 20 Nov 2025, 23:26 WIB
Sejumlah taksi melintas di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis, 20 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Bilal Nugraha Ginanjar)

Sejumlah taksi melintas di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis, 20 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Bilal Nugraha Ginanjar)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Dalam beberapa bulan terakhir, kasus begal yang menyasar sopir taksi online di Jakarta dan sekitarnya kembali meningkat.

Modusnya beragam, mulai dari penyamaran sebagai penumpang hingga memesan perjalanan melalui aplikasi demi mengelabui pengemudi. Bahkan pelaku tanpa ampun melukai atau menghabisi nyawa korban demi mendapatkan mobil.

Sosiolog kriminalitas dan dosen purnabakti Universitas Gadjah Mada (UGM), Soeprapto, menilai maraknya begal terhadap pengemudi taksi online bukanlah fenomena baru. Sehingga pada masa itu telah diterapkan sistem keamanan khusus untuk meminimalkan risiko kejahatan.

Menurut Soeprapto, taksi konvensional dahulu menggunakan lampu kecil di dekat penanda 'Taksi' di bagian atap mobil. Lampu tersebut berfungsi sebagai sinyal darurat yang dapat dihidupkan saat pengemudi berada dalam ancaman.

“Jika lampu kecil itu menyala, polisi sudah paham itu, kode darurat, jadi mereka akan segera mengejar taksi tersebut,” jelas Soeprapto, saat dihubungi Poskota, Kamis, 20 November 2025.

Baca Juga: Taksi Online dan Ojol Jadi Incaran Begal, Polri Siap Bekerja Sama dengan Aplikator

Berbeda kendaraan taksi online saat ini, kata Soeprapto, yang tidak memiliki penanda keamanan apa pun. Pelat nomor yang digunakan pun hitam seperti kendaraan pribadi lainnya, sehingga sulit dideteksi ketika pengemudi dalam kondisi bahaya. Menurut Soeprapto, celah inilah yang dimanfaatkan para pelaku kejahatan.

“Taksi online tidak dilengkapi tanda khusus. Tidak ada lampu darurat, dan pelat nomor pun umum, sehingga sulit dikenali ketika ada bahaya,” beber Soeprapto.

Soeprapto menambahkan, para pelaku begal biasanya memilih target yang memenuhi tiga kondisi utama. Pertama, situasi yang tidak mudah dikontrol pihak lain seperti lokasi sepi dan gelap, sesuai Social Control Theory dan Opportunity Theory.

Kedua, korban yang lemah dalam melakukan perlawanan, seperti perempuan, lansia, atau mereka yang tidak siap menghadapi ancaman, sejalan dengan teori Powerless. Ketiga, korban yang sendirian atau terisolasi, sebagaimana dijelaskan dalam teori Isolasi dan Anomi.

"Dengan kombinasi faktor itu, pengemudi taksi online kerap menjadi sasaran empuk, terutama saat bekerja di malam hari," ucap Soeprapto.

Selain itu, Soeprapto menilai peningkatan sistem keamanan oleh aplikator dan dukungan respons cepat dari pihak kepolisian sangat penting untuk menekan risiko kejahatan terhadap para pengemudi.

Dia juga berharap aplikator harus memikirkan keselamatan mitranya, salah satunya dengan mengembangkan fitur keamanan.


Berita Terkait


News Update