POSKOTA.CO.ID - Sejak zaman dahulu, Nusantara telah terkenal dengan keberagamannya. Keragaman itu ada dalam diri kita, dan keberadaan itulah yang membentuk identitas kita. Bayangkan, bagaimana mungkin ada tempat ibadah dari agama yang berbeda, tetapi dibangun di pulau yang sama? Bahkan, tidak sedikit rumah ibadah di Indonesia yang dibangun berdekatan.
Di tengah modernitas Jakarta, Gereja Katedral berdiri megah dengan arsitektur neo-gotiknya yang ikonik. Menara kembarnya yang menjulang tinggi seakan menjadi penanda waktu, menyimpan cerita panjang perjuangan umat Katolik di tanah air.
Tak hanya sebagai tempat ibadah, bangunan bersejarah ini telah menjadi saksi bisu perkembangan ibukota sejak era kolonial hingga kini. Lokasinya yang berseberangan langsung dengan Masjid Istiqlal menciptakan pemandangan unik simbol kerukunan beragama di Indonesia.
Kedua bangunan ini tak hanya dihubungkan oleh jalan raya, tetapi juga oleh Terowongan Silaturahmi, sebuah mahakarya toleransi yang menjadi bukti nyata hidup berdampingan secara damai. Setiap hari, ribuan orang melewati kawasan ini, menyaksikan harmoni yang terjalin puluhan tahun.
Baca Juga: Eks Landasan Pacu Bandara, Ini Sejarah Jalan Benyamin Sueb di Kemayoran
Dari rumah bambu sederhana di abad ke-19 hingga menjadi cagar budaya nasional, perjalanan Gereja Katedral Jakarta penuh liku dan makna.
Kini, gereja ini tidak hanya menjadi kebanggaan umat Katolik, tetapi juga warisan budaya seluruh bangsa Indonesia yang terus dijaga kelestariannya. Kisahnya yang berpadu dengan nilai-nilai toleransi semakin relevan di tengah tantangan menjaga persatuan di era modern.
Istiqlal dan Katedral: Simbol Toleransi yang Kokoh
Melansir informasi dari kanal YouTube Inspect History terkait fakta paling unik mungkin adalah keberadaan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta, yang dibangun saling berhadapan. Lokasinya juga berdekatan dengan Monas dan Istana Negara. Bagaimana bisa dua rumah ibadah ini berdiri berhadapan?
Pembangunan Masjid Istiqlal tidak lepas dari semangat toleransi dan kerukunan beragama di Indonesia. Atas inisiatif Presiden Soekarno, lokasi masjid sengaja dipilih berhadapan dengan Katedral Jakarta dan dekat dengan GPIB Immanuel.
Soekarno dan rekan-rekannya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa semangat persatuan tidak hanya tertera dalam Pancasila, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sosial.
Arsitek Istiqlal: Seorang Nasrani dari Batak
Yang menarik, arsitek Masjid Istiqlal ternyata seorang Kristen bernama Frederich Silaban, putra dari pendeta Batak yang menimba ilmu arsitektur di Belanda. Latar belakang unik ini semakin mempertegas bahwa keragaman adalah nyata dalam setiap jejak sejarah Indonesia.
Semangat toleransi juga terlihat saat perayaan hari besar agama. Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta kerap bergantian menyediakan tempat parkir untuk memudahkan umat yang merayakan hari raya.
Baca Juga: Saksi Perjalanan Sejarah Islam di Indonesia, Ini Lokasi dan Sejarah Makam Habib Cikini
Pesan Bung Karno: Keragaman adalah Kunci Kebangkitan
Bagi Soekarno, membangun sebuah bangunan bukan sekadar tentang material. Pembangunan Masjid Istiqlal adalah cermin kebangkitan bangsa. Kata "Istiqlal" berarti "kemerdekaan", dan bangunan ini adalah simbol kemerdekaan Indonesia, termasuk dalam hal keberagaman.
Soekarno pernah mengingatkan bahwa intoleransi pernah memecah belah bangsa, membuat kita tertinggal dari negara lain. Padahal, nenek moyang kita telah membuktikan bahwa dengan semangat kebersamaan, mereka mampu menciptakan kapal besar, candi megah, dan peradaban maju.
Fakta Menarik Terowongan Silaturahmi

Salah satu bukti nyata toleransi ini adalah Terowongan Silaturahmi, yang menghubungkan basement Masjid Istiqlal dengan halaman Gereja Katedral. Terowongan ini menjadi jalur bersama bagi umat Islam dan Katolik, terutama saat acara besar seperti Natal, Paskah, atau Idul Fitri.
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, meresmikan Terowongan Silaturahim yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
"Peresmian Terowongan Silaturahim ini adalah simbol berharga kerukunan bangsa kita. Terowongan ini menunjukkan bahwa perbedaan tidak pernah menjadi penghalang bagi bangsa Indonesia untuk saling bersatu," ungkap Presiden, di Jakarta, Kamis 12 Desember 2024.
Dalam laporannya, Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa pembangunan terowongan ini merupakan tindak lanjut atas arahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo pada 2020, dalam rangka memudahkan akses jamaah antarbangunan rumah ibadah dan untuk memenuhi kebutuhan ruang parkir tanpa mengganggu arus lalu lintas.
"Kami berharap dengan terbangunnya Terowongan Silaturahim ini, akses jamaah antarbangunan ibadah menjadi lebih mudah, serta terowongan ini dapat menjadi simbol toleransi antara umat beragama," ujar Menag.
- Ide Awal Jembatan yang Berubah Jadi Terowongan
Awalnya, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengusulkan pembangunan jembatan penghubung di atas jalan. Namun, Presiden Joko Widodo memilih terowongan bawah tanah untuk menjaga keamanan dan keaslian kedua bangunan cagar budaya.
- Makna Filosofis di Balik Namanya
Nama "Terowongan Silaturahmi" dipilih karena mengandung nilai persaudaraan yang universal, dipahami baik oleh umat Islam maupun Kristen.
- Proyek Strategis yang Selesai dalam Waktu Singkat
Dibangun sejak Desember 2020, terowongan sepanjang 33,8 meter ini rampung pada September 2021 dengan anggaran Rp37,3 miliar. Desainnya modern namun tetap menghormati arsitektur kedua bangunan.
- Dikunjungi Paus Fransiskus
Pada kunjungannya ke Indonesia tahun 2024, Paus Fransiskus menyebut terowongan ini sebagai "simbol persaudaraan yang memperkuat harmoni beragama."
Baca Juga: Sejarah Nama Jalan Gatot Subroto di Jakarta dari Jaman Penjajahan hingga Saat Ini
Gereja Katedral Jakarta bukan hanya milik umat Katolik, melainkan bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Keberadaannya, bersama Masjid Istiqlal dan Terowongan Silaturahmi, menjadi bukti nyata bahwa perbedaan agama bukan penghalang untuk hidup berdampingan dengan damai.
Dengan terus dijaga kelestariannya, Gereja Katedral akan tetap menjadi saksi bisu perjalanan toleransi di Indonesia untuk generasi mendatang.
Kehadirannya mengajarkan bahwa warisan terindah yang bisa kita tinggalkan untuk generasi mendatang bukanlah gedung-gedung megah, melainkan teladan nyata tentang kerukunan dalam keberagaman.
Sebagaimana bangunan ini telah bertahan melewati zaman, semangat persaudaraan yang diwakilinya pun harus tetap abadi dalam sanubari setiap anak bangsa.