Apa Arti Rage Bait? Viral Usai Konten TikTok Bigmo Muhammad Jannah Soal Surabaya Kota Ter-L

Kamis 22 Mei 2025, 09:54 WIB
Apa arti Rage Bait istilah yang viral di media sosial TikTok? Simak penjelasannya. (Sumber: Istimewa)

Apa arti Rage Bait istilah yang viral di media sosial TikTok? Simak penjelasannya. (Sumber: Istimewa)

POSKOTA.CO.ID - Baru-baru ini sedang viral istilah rage bait di media sosial untuk mendongkrak penonton dan pengunjung artinya apa? Cek di bawah ini.

Konten yang memicu emosi cenderung menarik lebih banyak interaksi, baik dalam bentuk like, komentar, atau bahkan perdebatan.

Salah satu strategi yang digunakan untuk memancing emosi ini dikenal dengan istilah rage bait.

Istilah ini mencuat ke permukaan publik setelah seorang konten kreator TikTok bernama Muhammad Jannah, yang dikenal luas dengan nama Bigmo, menyebut Kota Surabaya sebagai 'kota ter-L' dalam salah satu kontennya.

Baca Juga: Viral! Ini 5 Uang Kuno Bergambar Hewan Asal Indonesia yang Kini Bernilai Puluhan Juta Rupiah

Ucapan ini memicu kontroversi, terutama di kalangan warga Surabaya dan para pejabat kota.

Lantas apa sebenarnya arti dari rage bait yang banyak dibahas oleh warganet ini? Simak artikelnya sampai habis.

Apa Itu Rage Bait?

Rage bait berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris: rage (kemarahan) dan bait (umpan). Secara harfiah, rage bait berarti 'umpan kemarahan'.

Istilah ini merujuk pada strategi konten yang sengaja dibuat untuk memancing reaksi emosional negatif, terutama kemarahan, dari audiens. Tujuan utama dari strategi ini adalah untuk meningkatkan keterlibatan (engagement).

Baca Juga: Viral Pengakuan Warga RI Soal Pencurian Data Pribadi, Ini Pemilik Rupiah Cepat

Dalam ekosistem algoritma media sosial, konten yang memancing respons emosional tinggi cenderung mendapat prioritas lebih tinggi dalam penyebaran atau exposure.

Rage bait sering dianggap sebagai bentuk negatif dari clickbait, karena tidak hanya menipu atau membesar-besarkan informasi, tetapi juga secara sengaja mendesain pesan untuk membuat orang kesal atau marah.

Kontroversi Bigmo dan Label 'Kota Ter-L'

Bigmo menjadi perbincangan publik setelah dalam sebuah video TikTok ia menyebut Surabaya sebagai kota 'ter-L"'.

Dalam penjelasannya, Bigmo mengungkapkan beberapa keluhan seperti buruknya sinyal dan jauhnya lokasi-lokasi yang ingin ia kunjungi, yang membuatnya kesulitan bekerja sebagai konten kreator.

Baca Juga: Miris dan Tak Masuk Akal! Ini Dua Motif Pelaku Bentuk Komunitas Fantasi Sedarah yang Viral di Facebook

L sendiri di sini merujuk pada kata 'Lose' atau kalah, yang secara implisit menyiratkan bahwa kota tersebut dianggap sebagai yang paling buruk menurutnya.

Ucapan ini langsung menuai reaksi keras. Tak hanya dari warganet, tetapi juga dari tokoh publik seperti Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, yang menyatakan keberatannya atas pernyataan tersebut.

Banyak warga yang merasa tersinggung, karena ucapan itu dianggap merendahkan citra kota mereka.

Namun demikian, tidak semua tanggapan terhadap Bigmo bernada negatif. Beberapa pendukungnya menyatakan bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk rage bait yang disengaja.

Hal ini adalah strategi untuk menaikkan jumlah penonton dan komentar, yang pada akhirnya memperbesar visibilitas kontennya.

Baca Juga: Viral! Dugaan Pelecehan Seksual oleh Kakek Penjual Bakso terhadap Anak-Anak Terjadi di Subang

Respons Netizen: Pro dan Kontra

Sebagian besar warganet menilai bahwa pernyataan Bigmo bersifat ofensif dan tidak menunjukkan sikap profesional sebagai konten kreator.

Sementara itu, sebagian lainnya menilai bahwa konten tersebut hanyalah bagian dari strategi media sosial yang umum dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan.

"Bro terkena rage bait, ga nyenggol ga terkenal emg ya?" tulis seorang warganet di unggahan TikTok tersebut.

Komentar ini mengindikasikan bahwa pengguna tersebut sadar akan motif di balik konten provokatif tersebut, yakni memancing keterlibatan pengguna secara emosional.

Rage Bait dalam Strategi Digital

Penggunaan rage bait bukanlah hal baru di dunia digital. Sejumlah konten kreator dan bahkan media berita pernah menggunakan taktik ini untuk meningkatkan klik, share, dan waktu tonton.

Namun, strategi ini memunculkan dilema etis. Di satu sisi, konten tersebut berhasil menarik perhatian.

Di sisi lain, ia bisa memicu perpecahan, hoaks, atau bahkan kekerasan verbal.

Meskipun secara teknis legal, penggunaan rage bait sering dikritik karena dianggap mencemari ruang publik digital dengan konten yang tidak konstruktif dan memecah belah.


Berita Terkait


News Update