"Ini berdampak pada kekerasan emosional atau fisik, di mana anak mencari pelarian di luar rumah yang justru berisiko," kata Chico.
Chico mengungkapkan, gadget dan media sosial juga menjadi faktor baru yang menyumbang perilaku kekerasan, terutama di kalangan remaja.
"Di Jakarta, urbanisasi membuat anak lebih bergantung gadget, yang kadang picu bullying online berujung fisik," ungkap Chico.
Kondisi lingkungan sekitar, dikata Chico, turut menjadi pemicu terjadinya kekerasan.
"Seperti tetangga tak peduli atau ketimpangan relasi kuasa di sekolah atau komunitas, memudahkan kekerasan. Urbanisasi cepat di Jakarta juga isolasi korban, kurangi dukungan sosial," ujarnya.
Baca Juga: 330 Ribu Kasus Kekerasan, Komnas Perempuan Singgung Pelaku dari Aparat Negara
Chico menyebut, praktik pernikahan usia dini, terutama bagi perempuan muda, menjadi pemicu kekerasan yang berulang.
"Norma patriarki dan pernikahan dini jadi pintu masuk kekerasan, ditambah kurangnya akses pendidikan dan hukum. Ini sering terdeteksi di kasus KDRT atau seksual," ucapnya.
Chico menegaskan bahwa lima faktor itu didasari survei nasional 2025, yang menyebutkan bahwa 70% korban enggan melapor karena takut stigma sosial.
"Pencegahan harus mulai dari keluarga, dengan edukasi dini," katanya. (cr-4)
