Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Jakarta Tinggi, Ini Lima Faktor Pemicunya

Minggu 23 Nov 2025, 14:40 WIB
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Sumber: Istimewa)

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Sumber: Istimewa)

‎JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mencatat sebanyak 1.917 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sepanjang Januari hingga November 2025.

‎Berdasarkan identifikasi KemenPPPA dan laporan DPAPP DKI, ada lima faktor utama pemicu kekerasan terhadap anak dan perempuan.

‎‎Stafsus Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi dan Media, Chico Hakim, menjelaskan, bahwa pemicu kekerasan tidak dapat dilihat secara terpisah.

‎‎Menurutnya, dinamika kota besar seperti Jakarta mulai dari kemacetan, tekanan ekonomi, hingga perubahan pola keluarga membentuk rangkaian faktor yang saling berhubungan.

‎‎"Ini saling terkait. Terutama di tengah dinamika urban seperti kemacetan, biaya hidup tinggi, dan perubahan pola keluarga," ujar Chico kepada Poskota, Minggu, 23 November 2025.

Baca Juga: Hari Anti Kekerasan 2025, Wagub Rano Karno Tegaskan Pentingnya Perlindungan Perempuan dan Anak

‎‎Chico mengatakan, tekanan finansial masih menjadi penyumbang terbesar munculnya kekerasan dalam rumah tangga.

‎‎"Seperti pengangguran atau inflasi, sering memicu konflik rumah tangga yang berujung KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), memengaruhi perempuan dan anak sebagai korban utama," ucap Chico.

‎‎"Di Jakarta, ini dominan karena banyak pekerja migran yang terpisah keluarga," ujarnya.

‎‎Selain itu, kata Chico, kesibukan orang tua bekerja dan waktu bersama anak yang semakin berkurang membuat pengawasan melemah.

‎‎Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai parenting positif memicu tindakan kekerasan emosional maupun fisik.

‎‎"Ini berdampak pada kekerasan emosional atau fisik, di mana anak mencari pelarian di luar rumah yang justru berisiko," kata Chico.

‎Chico mengungkapkan, gadget dan media sosial juga menjadi faktor baru yang menyumbang perilaku kekerasan, terutama di kalangan remaja.

‎‎"Di Jakarta, urbanisasi membuat anak lebih bergantung gadget, yang kadang picu bullying online berujung fisik," ungkap Chico.

‎‎Kondisi lingkungan sekitar, dikata Chico, turut menjadi pemicu terjadinya kekerasan.

‎‎"Seperti tetangga tak peduli atau ketimpangan relasi kuasa di sekolah atau komunitas, memudahkan kekerasan. Urbanisasi cepat di Jakarta juga isolasi korban, kurangi dukungan sosial," ujarnya.

Baca Juga: 330 Ribu Kasus Kekerasan, Komnas Perempuan Singgung Pelaku dari Aparat Negara

‎‎Chico menyebut, praktik pernikahan usia dini, terutama bagi perempuan muda, menjadi pemicu kekerasan yang berulang.

‎‎"Norma patriarki dan pernikahan dini jadi pintu masuk kekerasan, ditambah kurangnya akses pendidikan dan hukum. Ini sering terdeteksi di kasus KDRT atau seksual," ucapnya.

‎‎Chico menegaskan bahwa lima faktor itu didasari survei nasional 2025, yang menyebutkan bahwa 70% korban enggan melapor karena takut stigma sosial.

‎‎"Pencegahan harus mulai dari keluarga, dengan edukasi dini," katanya. (cr-4)


Berita Terkait


News Update