Ia kemudian meminta pemerintah mempertimbangkan legalisasi thrifting agar pedagang bisa berusaha tanpa bayang-bayang pungutan liar. “Apa salahnya thrifting dilegalkan?” tanyanya. Rifai mengklaim industri ini melibatkan sekitar 7,5 juta orang di Tanah Air.
Solusi Jangka Panjang: Substitusi dengan Produk Lokal
Merespons polemik yang berlarut-larut ini, Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, membeberkan strategi jangka panjang pemerintah.
Ia menyatakan bahwa ribuan merek lokal telah disiapkan untuk mengisi celah pasar jika thrifting ilegal benar-benar ditertibkan. “Per hari ini tadi saya sampaikan ke Pak Mendag, kita sudah mengkonsolidir kurang lebih 1.300 merk brand lokal,” jelas Maman.
Pemerintah berencana mengajak para pedagang thrifting untuk beralih ke produk domestik, sehingga tidak kehilangan mata pencaharian. “Dalam waktu dekat akan kita segera bicarakan dengan seluruh pedagang-pedagang baju-baju bekas kita untuk mendorong substitusinya,” ujarnya.
Pandangan serupa disampaikan Menkeu Purbaya, yang menekankan pentingnya memperkuat pelaku usaha lokal. Ia mempertanyakan manfaat ekonomi jika pasar domestik justru dikuasai barang asing ilegal.
“Kalau yang domestiknya dikuasai asing, dikuasai barang asing, apa untungnya buat pengusaha domestik? Selain pedagang-pedagang yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan rakyat kita semua,” tandasnya.
Menurut Purbaya, pedagang thrifting tetap bisa bertahan asalkan menyesuaikan dagangan dengan kebutuhan konsumen yang sah. Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa kebijakan pemerintah berpusat pada dua hal: memberantas ilegalitas dan pada saat yang sama membangun ketahanan ekonomi domestik.
