BEKASI SELATAN, POSKOTA.CO.ID - Andi Daeng Latif, 67 tahun, sopir angkot warga Jalan Mawar 9, Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur, masih menanti keadilan untuk anaknya, Daeng Andi Ade Irawan, 18 tahun, yang ditemukan meninggal di aliran kali belakang RSUD Bekasi pada 16 November 2009. Ia meyakini putranya bukan tenggelam, tetapi korban pembunuhan.
“Waktu itu saya dipanggil polisi, katanya anak saya tenggelam. Tapi perasaan saya berbeda. Ada yang tidak wajar. Dompet, HP, dan uang Rp10 ribu masih ada. Kalau tenggelam, kenapa semuanya bisa utuh,” kata Latif saat ditemui Poskota, Selasa, 15 Juli 2025.
Setelah kejadian, polisi sempat akan membawa jenazah ke RS Cipto Mangunkusumo untuk autopsi, namun batal karena korban sudah dimakamkan dan sempat ada penolakan dari pihak keluarga. Seusai kejadian tersebut, Latif sempat dimintai keterangan oleh Polsek Bekasi Selatan selama tiga bulan berturut-turut.
“Saya bolak-balik ke Polsek Bekasi Selatan sampai tiga bulan. Tapi ujungnya ditanya, apakah saya mau lanjut atau tidak. Sebagai aparat, saya mau polisi mengusut tuntas. Ini soal nyawa anak saya,” ucapnya.
Baca Juga: Bantah Kabar Dahlan Iskan Ditetapkan Jadi Tersangka, Kuasa Hukum: Pembunuhan Karakter
Latif mengatakan pihak kepolisian sempat menyarankan jenazah untuk digali dan diautopsi ulang, namun terkendala biaya. Sebagai sopir angkot, Latif mengaku tak sanggup menanggung beban tersebut.
“Saya sempat tanya ke polisi, nanti siapa yang biayai penggalian dan outopsi. Mereka (polisi) bilang katanya yang kena musibah. Saya ini hanya sopir angkot, mana kuat. Adik saya sempat bantu, tapi kami enggak mampu untuk meneruskan,” ujarnya lirih.
Latif mengaku pernah meminta bantuan berbagai pihak, termasuk anggota DPRD dari Partai Gerindra hingga mendatangi kantor DPP Gerindra di Jakarta. Namun hingga kini belum ada hasil yang memuaskan.
“Saya sempat mengadu ke anggota DPRD Gerindra, katanya nanti dibantu. Saya bilang, jangan nunggu saya keburu mati, Pak,” kenang Latif dengan mata berkaca-kaca.
Terakhir kali kasus ini diusut oleh Polres Metro Bekasi pada 2015, tetapi berkas disebut telah hilang. Hal tersebut membuat Latif semakin terpuruk untuk menemukan titik terang dari kasus yang menimpa anaknya.