Tragedi Kebakaran Terra Drone Jadi Sorotan, Pengamat Tata Kota Ingatkan Pentingnya SLF dan Audit Keselamatan Gedung

Sabtu 13 Des 2025, 15:37 WIB
Situasi pascakebakaran hebat yang terjadi di Gedung Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Desember 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Dhiya Ahmad Fauzan/M2)

Situasi pascakebakaran hebat yang terjadi di Gedung Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Desember 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Dhiya Ahmad Fauzan/M2)

Menurutnya, transparansi ini penting sebagai pembelajaran bagi pemilik gedung, penyewa, maupun masyarakat umum agar mengetahui tingkat keamanan bangunan yang digunakan.

Ia mengungkapkan, pemilik gedung memiliki kewajiban untuk memastikan bangunannya aman dan telah diaudit, sementara penyewa juga berhak mendapatkan penjelasan bahwa bangunan yang ditempati memenuhi standar keselamatan dari ancaman bencana, baik gempa maupun kebakaran.

Lebih lanjut, Yayat memaparkan sejumlah persyaratan sistem proteksi kebakaran yang mengacu pada Peraturan Menteri PUPR tahun 2006-2008.

"Persyaratan tersebut antara lain mencakup sistem deteksi kebakaran seperti alarm, detektor asap, dan detektor panas yang harus terpasang di setiap lantai," ujar dia.

Selain itu, dikatakan Yayat, gedung juga wajib memiliki sistem pemadam kebakaran berupa hidran, sprinkler otomatis, serta alat pemadam api ringan (APAR) dengan penempatan yang jelas dan mudah dijangkau.

Syarat penting lainnya adalah ketersediaan jalur evakuasi yang aman, cukup lebar, mudah diakses, serta dilengkapi dengan rambu penunjuk arah dan penerangan darurat.

Dari berbagai kasus kebakaran di Jakarta, Yayat menilai jalur evakuasi kerap menjadi titik lemah, terutama di gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan yang minim rambu dan akses keluar darurat.

Ia juga menyoroti penggunaan material bangunan yang mudah terbakar, baik pada struktur, partisi, maupun elemen dekoratif dan fasad bangunan.

Menurutnya, demi estetika dan efisiensi, banyak gedung menggunakan material yang kurang tahan api, sehingga mempercepat penyebaran api saat terjadi kebakaran.

Yayat mencontohkan, kasus kebakaran hebat di Hong Kong yang diperparah oleh penggunaan material fasad tertentu. Ia mempertanyakan apakah bangunan-bangunan di Jakarta telah memperhatikan aspek tersebut, termasuk ketersediaan ventilasi dan jendela darurat.

"Banyak gedung di Jakarta, didesain tertutup dengan dominasi kaca demi estetika, namun minim ventilasi, sehingga asap tidak dapat keluar saat kebakaran dan menyebabkan penghuni terjebak dalam kondisi sesak napas dan gelap," ungkap dia.

Yayat menegaskan, pentingnya pemisahan fungsi bangunan, terutama antara ruang perkantoran atau zona publik dengan ruang penyimpanan bahan berbahaya.


Berita Terkait


News Update