JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Insiden kebakaran dahsyat di kantor operasional PT Terra Drone Indonesia di Kemayoran pada awal 2025 lalu, bukan hanya merenggut 22 nyawa, tetapi juga secara tak terduga membuka berbagai pertanyaan tentang jejak operasi Terra Drone tersebut.
Namun, di balik duka dan pertanyaan tentang safety procedure, asap tragedi itu sekaligus menyingkap peta operasi yang jauh lebih besar dan tersembunyi.
Terungkaplah bahwa Terra Drone bukan sekadar operator drone biasa, terungkap fakta bahwa Terra Drone ternyata merupakan aktor utama di balik pemetaan dan survei lahan perkebunan skala besar, termasuk ratusan ribu hektare konsesi sawit di Sumatera.
Baca Juga: Profil Michael Wisnu Wardhana Dirut Terra Drone yang Ditetapkan Jadi Tersangka Kebakaran
Sorotan pada Keselamatan dan Rekam Jejak
Investigasi sementara kepolisian mengarah pada dugaan korsleting baterai litium dari sejumlah unit drone yang sedang diisi daya. Baterai jenis ini, meski efisien, dikenal sensitif terhadap panas dan kerusakan fisik.
Insiden ini memicu pertanyaan kritis dari berbagai pemangku kepentingan mengenai protokol dan standar keselamatan penyimpanan serta pengisian baterai di fasilitas perusahaan sebesar Terra Drone.
Namun, di balik tragedi keselamatan kerja, muncul sorotan lain yang lebih luas. Keberadaan Terra Drone di Indonesia, yang merupakan bagian dari Terra Drone Corporation asal Jepang, ternyata memiliki peran strategis jauh lebih dalam dari yang diketahui publik.
Pemetaan Skala Besar untuk Industri Strategis
Sebelumnya, Terra Drone dikenal sebagai penyedia jasa survei udara, pemetaan 2D/3D, inspeksi infrastruktur, dan pemodelan lahan menggunakan teknologi LiDAR untuk sektor migas, pertambangan, dan konstruksi.
Namun, pasca-insiden, terungkap bahwa selama lima tahun terakhir, perusahaan ini secara intensif menangani pemetaan detail lahan perkebunan, khususnya sawit, dalam skala yang masif.
Melalui teknologi drone yang dilengkapi sensor canggih, Terra Drone mampu memberikan data presisi tentang batas wilayah, kesehatan tanaman, dan topografi lahan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan besar.
Aktivitas ini, meski legal dan merupakan bagian dari modernisasi industri, sering kali beroperasi “di belakang layar”, jauh dari sorotan media dan masyarakat umum.
