Di sisi pelayanan, penanganan TBC dilakukan di 832 fasilitas kesehatan, yang mencakup puskesmas, rumah sakit pemerintah maupun swasta, serta klinik dan praktik dokter mandiri.
"Pencegahan TBC tidak bisa dilakukan oleh sektor kesehatan saja. Kami melibatkan sekolah, pengelola rumah susun, dan komunitas warga untuk memperluas pemeriksaan dan meningkatkan kesadaran masyarakat," lanjutnya.
Upaya lintas sektor juga dilakukan dengan menggerakkan kader PKK dan dasawisma untuk deteksi dini di tingkat rumah tangga.
Skrining kesehatan rutin dan penyediaan ruang isolasi bagi pasien TBC terus digencarkan agar penyebaran penyakit bisa ditekan lebih awal.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI, Benjamin Paulus Octavianus, menyebut bahwa pemberantasan TBC menjadi salah satu amanah langsung dari Presiden. Ia menilai Indonesia harus mampu mengatasi TBC secara menyeluruh jika ingin menjadi negara maju.
"Kami sedang merevisi Perpres No. 67 Tahun 2021 agar lebih komprehensif. Jumlah kementerian dan lembaga yang terlibat akan diperluas dari 15 menjadi 35, termasuk TNI dan Polri," ungkap Benjamin.
Ia menambahkan, penanganan TBC tidak hanya soal penyediaan obat dan alat diagnosa, tetapi juga faktor gizi, imunitas tubuh, dan lingkungan sehat yang mendukung proses penyembuhan.
Berdasarkan data terbaru per 10 November 2025, sebanyak 323.796 warga Jakarta telah diperiksa karena bergejala TBC. Dari jumlah tersebut, ditemukan 49.152 kasus TBC, dengan 90 persen pasien telah menjalani pengobatan.
Meski tingkat kesembuhan TBC sensitif obat mencapai 76 persen, masih ada sekitar 13 persen pasien yang belum menuntaskan pengobatan. Hal ini menjadi fokus Pemprov DKI dalam memperkuat pendampingan pasien agar tidak putus berobat.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan aktif masyarakat, Jakarta menargetkan bebas TBC pada 2030 melalui gerakan bersama yang berkelanjutan.
