Pengamat Transportasi Dorong Pemprov Jakarta Perbanyak Angkutan Terintegrasi yang Murah

Minggu 02 Nov 2025, 16:08 WIB
Ilustrasi, warga menunggu kedatangan bus di Halte Transjakarta CSW, Melawai, Jakarta Selatan, Rabu, 29 Oktober 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Ilustrasi, warga menunggu kedatangan bus di Halte Transjakarta CSW, Melawai, Jakarta Selatan, Rabu, 29 Oktober 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebut, 30 persen dari total gaji atau pendapatan masyarakat sekitar Jakarta dihabiskan untuk transportasi.

Penyebabnya, sampai saat ini, transportasi publik yang murah dan dapat diandalkan oleh masyarakat, masih belum bisa direalisasikan secara nyata di lapangan.

Merespons hal itu, pengamat transportasi, Deddy Herlambang, menyampaikan bahwa fenomena ini bukanlah hal baru.

"Sebenarnya ini riset kami juga di 2017 bahwa belanja transportasi di masyarakat sekitar 30 persen dari UMK, malah heboh baru sekarang," ucap Deddy kepada Poskota, Minggu, 2 November 2025.

Baca Juga: Cerita Pejuang Rupiah asal Bekasi, Kurang Piknik karena Gaji Habis untuk Transportasi

Deddy mengatakan bahwa saat ini transportasi massal di Jakarta seperti KRL dan TransJakarta sebenarnya sudah tergolong murah, karena pemerintah telah memberikan subsidi melalui skema Public Service Obligation (PSO).

"Angkutan umum massal memang sdh murah KRL dan bus TJ masing-masing Rp3.000 (sekali tap) dan Rp3.500, karena pemerintah telah mensubsidi melalui skema PSO," ujar Deddy.

Namun, dikatakan Deddy, yang justru membebani pengeluaran masyarakat adalah biaya 'first mile' dan 'last mile', yaitu ongkos dari rumah ke stasiun atau halte, serta dari pemberhentian transportasi umum ke lokasi kerja atau tujuan akhir.

Sebagai contoh, pengguna ojek online (ojol) untuk ke tempat yang ingin dituju dari tempat pemberhentian sebelumnya.

"Yang mahal justru di first miles dan last miles, bila mereka gunakan transportasi online," kata Deddy.

Deddy menilai, bagi masyarakat kelas ekonomi bawah, ketergantungan terhadap transportasi online dalam aktivitas sehari-hari bisa membuat penghasilan mereka semakin tergerus untuk ongkos perjalanan.


Berita Terkait


News Update