Nelayan Cilincing Terjepit Tanggul dan Limbah: Hasil Laut Berkurang, Kebutuhan Solar Bengkak

Kamis 11 Sep 2025, 15:57 WIB
Salah seorang nelayan menunjukkan Tanggul Beton di perairan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis, 11 September 2025. (Sumber: Poskota/Muhammad Tegar Jihad)

Salah seorang nelayan menunjukkan Tanggul Beton di perairan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis, 11 September 2025. (Sumber: Poskota/Muhammad Tegar Jihad)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Hidup nelayan di pesisir Cilincing, Jakarta Utara, kian sulit. Sejak tanggul beton milik PT Karya Citra Nusantara (KCN) berdiri di sepanjang 3 km di perairan itu, penghasilan para nelayan merosot drastis.

Di dermaga kecil Kampung Baru, beberapa perahu nelayan yang tak berlayar terlihat, termasuk milik Susmadi, 44 tahun. Lelaki berkulit legam ini sudah menekuni pekerjaan sebagai nelayan sejak kelas 4 SD.

"Saya jadi nelayan udah lama semenjak sekolah kelas 4 SD sekarang umur 44 adalah 30 tahunan jadi nelayan," kata Susmadi kepada Poskota saat berlayar, Kamis, 11 September 2025.

Susmadi menyampaikan, tanggul beton itu sudah ada sejak awal berdirinya PT KCN itu pada 2015.

Baca Juga: Tanggul Jebol, Rumah Mantan Ketua RW di Bogor Amblas

"Adanya tanggul itu udah lama ya ada 10 tahunan gitu dari 2015 dari pembangunan awal," ucapnya.

Selama tanggul beton itu berdiri, hasil tangkapan ikan jauh berbeda daripada sebelumnya.

“Dulu sebelum ada tanggul, sehari bisa bawa pulang 10 sampai 15 kilo ikan kalau cuaca enak. Sekarang paling cuma 2–3 kilo. Itu pun sudah jauh ke tengah laut,” ucapnya.

Kesulitan tak berhenti pada sedikitnya hasil tangkapan. Nelayan juga dipaksa menempuh perjalanan lebih jauh.

Baca Juga: 7,1 Kilometer Tanggul Kali Angke Belum Tersambung, BBWS Ciliwung Siap Lanjutkan Pembangunan

"Terus juga adanya tanggul itu kan kita jadi jauh kan ke tengah laut sana gitu kadang ke pulau pramuka pulau edem," katanya.

Awalnya, Susmadi berpenghasilan sekitar 500-600 ribu per hari sebelum adanya tanggul beton tersebut.

"Sekarang paling Rp100 sampai Rp200 ribu, itu pun belum dipotong solar. Kadang buat beli kopi sama rokok saja susah," ujar dia.

Selain itu, kondisi ini juga berdampak pada biaya operasional. Satu jeriken solar berkapasitas 30 liter kini dibanderol sekitar Rp260 ribu.

Baca Juga: Gubernur Banten Susur Sungai di Kali Angke, Soroti 'Pulau' Sampah dan Tanggul Jebol

Jika dulu cukup satu jeriken untuk sekali melaut, kini mereka membutuhkan dua kali lipat.

"Belum beli solarnya solar 1 dirigen itu 260.000 mahal sekarang, jadi kadang dua dirigen juga solar itu sehari," ungkap dia.

Bahkan, dikatakan Susmadi, hingga saat ini tidak ada sosialisasi dari PT KCN mengenai pembuatan tanggul beton tersebut.

"Terus juga kan sampai sekarang dari awal berdirinya itu PT kcn tanggul tanggul juga itu sampai sekarang itu nggak ada sosialisasi sama sekali kita masyarakat sini," ungkapnya.

Baca Juga: Tanggul di Kali Krukut Jaksel Jebol, Begini Penjelasan Dinas SDA

Selain tanggul, persoalan limbah dari perusahaan di kawasan itu juga menghantui. Air laut yang tercemar membuat ikan semakin sulit ditemukan, bahkan tak jarang berbau menyengat.

“Kalau ombak besar masih bisa dilawan. Tapi kalau limbah, bagaimana cara lawannya? Ikan-ikan mati kena air limbah,” ucapnya lirih.

Ia mengaku pernah sebulan penuh tak melaut, karena perairan dipenuhi limbah berwarna hijau pekat. Bau menusuk tercium hingga ke pemukiman warga.

"Ini aja saya nggak berangkat ini karena itu ada limbah-limbahnya itu dari PT terus juga kan akhirnya juga solar nggak kebeli sekarang itu," katanya.

Baca Juga: Tanggul Kali Krukut Jebol, Warga Petogogan Jaksel Panik Diterjang Air Deras

Ia berharap, pemilik proyek tanggul beton itu dapat melakukan pembuangan limbah secara teratur.

"Saya juga berharap agar pembuangan limbahnya lebih rapi lah gitu, apalagi yang kasihan kan nelayan-nelayan," tutur dia.

Keluhan serupa datang dari Sodikin 51 tahun, nelayan yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup di laut Cilincing.

“Dulu sehari bisa Rp500 ribu, sekarang turun jadi Rp150–200 ribu. Itu pun buat solar saja kurang,” katanya.

Baca Juga: Pramono Manut Diminta Presiden Prabowo Bersumbangsih pada Proyek Tanggul Raksasa

Bahkan, Sodikin mengakui banyak PT lainnya yang berada di kawasan perairan itu yang dikoordinasikan langsung oleh pihak PT KCN.

"Di sini PT-PT banyak, cuman yang koordinasiin PT KCN, banyak di sini sampai dalam-dalam sono laut PT PT itu, cuman yang koordinasiin itu ya itu KCN," ujar Sodikin.

Sodikin juga menyayangkan tidak adanya kompensasi maupun sosialisasi dari pihak perusahaan terkait dampak yang dirasakan masyarakat pesisir.

"Saya sudah sampai sekarang juga nggak ada ini kita dapat kompensasi," kata dia.

Baca Juga: Tanggul Diklaim Mampu Selamatkan 1.700 Keluarga dari Banjir di Muara Angke Jakut

Sama halnya dengan Susmadi, Sodikin berharap agar PT terkait dapat membuang sisa-sisa limbah itu secara teratur.

"Ya saya berharap sih limbah-limbah gitulah di beresin kalau nggak ada limbah-limbah itu kan nelayan enak kerjanya gitu ya ngejaringnya," kata Sodikin. (CR-4)


Berita Terkait


News Update