BPS Tegaskan Data Pertumbuhan Ekonomi 5,12 Persen Sudah Sesuai Standar Internasional

Senin 18 Agu 2025, 19:40 WIB
Pengunjung memilih pakaian yang dijual dalam acara Garage Sale di Pos Bloc, Jakarta, Minggu, 3 Agustus 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Pengunjung memilih pakaian yang dijual dalam acara Garage Sale di Pos Bloc, Jakarta, Minggu, 3 Agustus 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

POSKOTA.CO.ID – Polemik terkait data pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menuai sorotan dari sejumlah pihak. Beberapa ekonom bahkan sudah melaporkan persoalan ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dilakukan audit investigasi.

Wakil Kepala BPS Sonny Harry B. Harmadi menegaskan bahwa lembaganya bekerja berdasarkan standar internasional yang jelas dan transparan.

“Jelas Badan Pusat Statistik bekerja dengan rules dan standar yang jelas. Kami punya 20.454 pegawai di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Untuk pertumbuhan ekonomi, kami mengikuti manual standar yang dikeluarkan oleh PBB bersama OECD dan lembaga internasional lainnya,” kata Sonny dalam diskusi bersama Prof. Rhenald Kasali, dikutip dalam siniar Intrigue.

Menurut Sonny, penyusunan Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi acuan pertumbuhan ekonomi menggunakan 1.058 indikator dengan tiga pendekatan utama.

Baca Juga: Polemik Data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sebesar 5,12 Persen, CELIOS Cium Kejanggalan dan Minta Audit Independen PBB

“PDB itu disusun dengan tiga pendekatan: pertama menggunakan pengeluaran, kedua dengan lapangan usaha, dan ketiga konsolidasi dari PDRB kabupaten/kota hingga diagregasi menjadi PDB nasional. Jadi dari bawah terus ke atas dan itu harus konsisten semua,” ujarnya.

Sonny juga menegaskan bahwa perbedaan antara proyeksi para ekonom dengan realisasi yang diumumkan BPS merupakan hal yang wajar.

Ia mencontohkan pada kuartal II tahun 2021, ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen, sementara BPS merilis angka 7,07 persen.

“Itu bahkan selisihnya jauh lebih besar daripada sekarang, hanya 0,3 persen. Tidak terjadi keributan karena kami bekerja bukan berdasarkan persepsi, tetapi fakta dengan indikator yang jauh lebih luas. Beberapa ekonom menggunakan 7 sampai 12 indikator, sementara kami menggunakan 1.058 indikator,” tegasnya.

Baca Juga: Hari Konstitusi Indonesia 18 Agustus 2025, Pengamat Politik Tegaskan Kembali Rakyat sebagai Pemegang Kedaulatan Tertinggi

Sementara itu, Rhenald Kasali menanyakan apakah data BPS dapat diaudit untuk menguji konsistensi. Sonny menjawab bahwa hal itu terbuka dilakukan.


Berita Terkait


News Update