TAMBUN UTARA, POSKOTA.CO.ID - Empat unit bangunan ruko milik Idris, 37 tahun, staf Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, luput dari pembongkaran saat penertiban puluhan bangunan liar di bantaran Kali Srimukti, pada Kamis, 17 Juli 2025.
Alasannya, Idris memiliki sertifikat tanah resmi dan bukti kepemilikan yang sah atas lahan tersebut. Bangunan hanya dibongkar sebagian, pada bagian latar dan atap yang menjorok ke saluran air milik Perum Jasa Tirta (PJT).
Idris mengaku, sempat mendapat surat imbauan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), namun setelah menunjukkan dokumen sah berupa sertifikat dan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bangunan utamanya tidak dibongkar.
"Dari Satpol PP hanya minta atap dibongkar. Ya, karena saya punya sertifikat dan SPT PBB, jadi mereka maklum dan tidak membongkar semua," ujar Idris saat ditemui Pos Kota, pada Kamis, 17 Juli 2025.
Idris menjelaskan, lahan yang ia tempati dulunya merupakan milik orang tuanya. Namun, saat membangun ruko pada 2016, muncul klaim dari salah satu saudaranya yang mengaku punya segel lama tahun 1957. Sengketa keluarga pun sempat terjadi.
"Awalnya surat tanah ini yang menguasai saudara. Saya pikir karena sama saudara untuk apa balik nama sertifikat, tahu-tahu pas mau bangun diperkarain. Kebetulan saya masih cucunya dia," bebernya.
Dalam upaya menyelesaikan sengketa tersebut, Idris sempat meminta kejelasan ke pihak Perum Jasa Tirta (PJT) untuk memastikan apakah tanah tersebut, termasuk aset PJT atau bukan.

“Waktu itu saya telpon orang PJT, terus dia datang. Dia bilang: Wah ini mah tanah pengairan, Pak," kata Idris menirukan ucapan pegawai PJT kepada dirinya.
"Terus saya bilang, kalau memang ini tanah pengairan, mana buktinya. Akhirnya saya diminta ke Jatiluhur buat cari peta. Karena memang petanya tidak ketemu, saya kalah. Akhirnya saya ganti rugi 25 juta,” katanya.
Baca Juga: Kang Dedi Mulyadi Tinjau Pembongkaran Bantaran Kaligabus, Anak Mantan Bupati Tidak Setuju
Setelah menyelesaikan masalah keluarga, Idris pun mengurus legalitas lahan. Sertifikat resmi pun berhasil ia dapatkan.
Ia juga mengaku rutin membayar pajak tahunan sebagai bukti kepemilikan sah. Bahkan, Lurah Srimukti, Sandam Rinta pun turut mengetahui sengketa yang dialaminya.
"Saya bangun ini tahun 2016. Luasnya di sertifikat 191 meter persegi dan Pak Lurah mengetahui adanya sertifikat itu. Waktu saya ada sengketa, dia juga tahu. Kalau saya punya surat, ya dia juga tidak berani menggugat saya,” ucapnya.
Idris menegaskan, bahwa ia telah menyerahkan seluruh dokumen kepemilikan baik ke PJT maupun Satpol PP.
Meski demikian, ia tetap mengikuti imbauan Satpol PP untuk membongkar bagian depan dan atap yang berada di atas saluran air milik PJT.
“Jadi yang dibongkar hari ini hanya latar depan dan atap saja. Karena memang Pak Kasat kasih perintah. Kami nurut aja lah. Kami hanya menumpang untuk latar saja di tanah PJT,” tambahnya.
Idris juga sempat menyebut bahwa petugas PJT sendiri mengaku bingung terkait batas tanah di lokasi. Pasalnya, ukuran saluran irigasi tidak konsisten dan peta lama menunjukkan batas PJT hanya 9 meter.
“Sebelum pembongkaran, orang PJT juga bingung. Di sini 14,5 meter, di sana ada yang cuma 13 meter. Tidak rata. Petanya dari data lama katanya cuma 9 meter milik PJT. Dulunya ini wilayah Sriamur, ini kan pemekaran tahun 1981, sedangkan Desa Srimukti baru ada tahun 1987,” ujar Idris.
Sebelumnya diberitakan sebanyak 74 bangunan liar di Kampung Tambun Tua, Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi dibongkar usai satu bulan sebelumnya lebih dari 50 bangunan liar di sempadan kali dibongkar lebih dulu.
Namun, 5 unit bangunan tidak dibongkar dengan alasan memiliki bukti kepemilikan sertifikat yang sah. Proses pembongkaran berjalan kondusif. Bahkan, sebagian warga sudah membongkar sendiri bangunan mereka.
"Pada hari ini kami melaksanakan kegiatan penertiban bangunan liar di Desa Srimukti, Kecamatan Tambun utara. Ada 74 bangunan yang dibongkar," kata Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi, Surya Wijaya. (CR-3)