Alih-alih saling menyalahkan, Arya bersama dua sahabatnya, Vemmas Wahyu Rianto (20) sebagai sekretaris dan Riski Saputra (21) sebagai bendahara, mengambil keputusan penting. Mereka akan memperbaiki jalan itu sendiri, secara swadaya.
Aksi pengecoran dimulai malam hari demi meminimalkan gangguan lalu lintas. Proyek sepanjang 100 meter selesai hanya dalam dua hari. Biaya yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp20 juta, dikumpulkan dari iuran RT dua bulan dan donasi warga.
Perspektif Unik:
Tindakan ini merefleksikan pola pikir generasi Z yang memadukan kreativitas, keberanian, dan kolaborasi. Mereka tidak ragu memanfaatkan media sosial untuk menggalang dukungan dan transparansi anggaran.
Kepedulian yang Lebih Luas: Mengantisipasi Banjir dan Membuka Akses
Jalan yang diperbaiki bukan hanya soal kenyamanan berkendara. Lokasinya dekat aliran kali yang kerap meluap saat musim hujan. Lubang dan genangan air memperparah risiko banjir lokal.
Bagi Arya, proyek pengecoran itu sekaligus upaya mencegah kerugian yang lebih besar. Jika dibiarkan, kerusakan bisa merembet ke saluran air dan mempersulit akses kendaraan evakuasi bila terjadi banjir.
“Masyarakat juga lelah menunggu. Kami ingin segera membantu sebelum hujan datang,” kata Arya dalam sebuah wawancara.
Sambutan Hangat dari Warga dan Warganet
Aksi kolektif ini menuai respons luar biasa. Warga mengapresiasi keberanian pemuda-pemuda tersebut. Rasa kebersamaan pun tumbuh.
Di media sosial, ratusan komentar positif membanjiri unggahan tentang Sahdan Arya. Salah satu komentar paling banyak dibagikan berbunyi:
“Masyarakatnya juga keren, nggak egois, nggak merasa sudah tua pasti lebih pintar.”
Komentar lain dengan nada kritis tapi apresiatif menyebut:
“Alasan pemerintah nggak memperbaiki pendidikan, takut Indonesia maju di tangan Gen Z, jadi susah dibodoh-bodohin.”
Pujian itu menjadi bukti sederhana bahwa publik rindu pada teladan kepemimpinan nyata, bukan hanya janji.