POSKOTA.CO.ID - Upah Minimum Kabupaten/Kota atau UMK selalu menjadi salah satu topik yang menyita perhatian publik setiap awal tahun. Pada tahun 2025, Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 resmi melakukan penyesuaian UMK di seluruh daerah.
Penyesuaian ini bukan hanya sekadar angka, melainkan cerminan bagaimana dinamika perekonomian, inflasi, serta biaya hidup layak (KHL) turut memengaruhi kesejahteraan pekerja.
Meskipun rata-rata kenaikan UMK tahun ini mencapai 6,5%, faktanya masih banyak wilayah yang secara nominal berada di posisi terbawah. Mayoritas dari 10 daerah dengan UMK terendah di Indonesia masih berada di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Perspektif umum masyarakat kerap menganggap kenaikan UMK sebagai bukti pemerintah berpihak pada pekerja. Namun, jika kita cermati lebih jauh, penyesuaian upah minimum tidak serta-merta menghapus ketimpangan antar daerah. Ada faktor-faktor struktural, seperti tingkat investasi, produktivitas industri lokal, dan pola urbanisasi yang mempengaruhi daya tawar upah.
Baca Juga: Timothy Ronald Ungkap Tiga Kunci Belajar Sukses Finansial 10 Kali Lebih Cepat
Mengapa UMK Antar Daerah Bisa Berbeda Jauh?
Perspektif unik dari kacamata manusia yang tinggal di daerah ber-UMK rendah adalah, kenaikan upah tidak selalu sebanding dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok. Dalam banyak kasus, terutama di daerah kabupaten yang basis ekonominya masih agraris, kenaikan UMK hanya menutupi inflasi dasar tanpa memberikan ruang untuk perbaikan kualitas hidup secara signifikan.
Perbedaan UMK antar wilayah mencerminkan:
- Skala industri yang berkembang di wilayah tersebut.
Daerah industri besar seperti Bekasi dan Karawang memiliki UMK tinggi karena banyak pabrik multinasional. - Kapasitas fiskal dan pertumbuhan ekonomi lokal.
- Biaya hidup rata-rata pekerja setempat.
- Ketersediaan lapangan pekerjaan formal.
Di sisi lain, banyak kabupaten yang perekonomiannya bergantung pada sektor pertanian dan perdagangan kecil-kecilan, sehingga penyesuaian UMK dilakukan dengan pertimbangan kemampuan usaha kecil dan menengah membayar upah.
10 Kabupaten/Kota dengan UMK Terendah di Indonesia Tahun 2025
Berikut daftar lengkapnya:
- Kabupaten Banjarnegara
UMK: Rp2.170.475
Banjarnegara menempati posisi terendah nasional. Wilayah ini masih mengandalkan pertanian hortikultura dan industri rumahan sebagai penggerak ekonomi utama. - Kabupaten Wonogiri
UMK: Rp2.180.587
Terkenal sebagai salah satu daerah penghasil gaplek dan kerajinan kayu, Wonogiri menghadapi tantangan diversifikasi ekonomi. - Kabupaten Sragen
UMK: Rp2.182.200
Sragen juga merupakan sentra pertanian padi dan memiliki sektor manufaktur skala kecil yang terbatas. - Kota Banjar
UMK: Rp2.204.754
Kota Banjar di Jawa Barat memiliki struktur ekonomi yang belum terlalu maju. - Kabupaten Kuningan
UMK: Rp2.209.519
Kuningan terkenal dengan sektor pertanian dan pariwisata lokal, namun industrialisasi belum masif. - Kabupaten Pangandaran
UMK: Rp2.221.724
Pangandaran dikenal sebagai destinasi wisata pantai, tetapi sektor formal masih minim. - Kabupaten Ciamis
UMK: Rp2.225.279
Sektor perdagangan tradisional mendominasi aktivitas ekonomi di Ciamis. - Kabupaten Rembang
UMK: Rp2.236.168
Wilayah pesisir Jawa Tengah ini masih berkutat pada perikanan dan pertanian garam. - Kabupaten Blora
UMK: Rp2.238.430
Blora kaya akan potensi migas, tetapi industri hilir belum berkembang luas. - Kabupaten Brebes
UMK: Rp2.239.801
Meski Brebes dikenal sebagai sentra bawang merah, sektor formal tidak dominan.
Sebagai perbandingan, Kota Bekasi di Jawa Barat menetapkan UMK Rp5.690.000, hampir 2,5 kali lipat lebih tinggi daripada Banjarnegara.
Perspektif: Hidup dengan UMK Rendah di Tengah Kenaikan Harga
Dari sudut pandang pekerja pabrik di Sragen, meskipun kenaikan 6,5% terdengar menguntungkan, pada praktiknya kenaikan harga bahan pokok seperti beras, minyak, dan gas elpiji menghabiskan hampir separuh gaji. Banyak pekerja yang harus mencari penghasilan tambahan melalui kerja sampingan atau bercocok tanam di lahan pekarangan.