Timothy mengibaratkan konsistensi seperti menabung: "Sedikit demi sedikit, tetapi pasti terkumpul."
4. "Kegagalan adalah Guru Terbaik"
Berbeda dengan budaya yang stigmatis terhadap kegagalan, Timothy justru menganjurkan untuk "mengoleksi kegagalan". "Setiap kali gagal, kita dapat peta baru tentang apa yang tidak boleh diulang. Itu hadiah!" katanya.
Ia mengingatkan bahwa tokoh-tokoh sukses seperti Elon Musk atau Steve Jobs pun pernah berkali-kali jatuh sebelum akhirnya berjaya.
5. "Jaringan adalah Akselerator Kesuksesan"
"No one succeeds alone," ujar Timothy. Menurutnya, membangun relasi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman bisa memangkas waktu belajar. "Carilah mentor, bukan sekadar teman nongkrong," sarannya.
Ia juga menekankan pentingnya memberi nilai tambah dalam jaringan. "Hubungan yang sehat adalah simbiosis mutualisme, bukan parasit."
6. "Waktu adalah Aset yang Tidak Bisa Diulang"
Prinsip keenam ini paling sering diabaikan. Timothy menyoroti kebiasaan generasi muda yang "terjebak aktivitas produktif palsu", seperti scrolling media sosial berjam-jam atau menghadiri acara tanpa tujuan jelas.
"Kelola waktu seperti mengelola uang. Investasikan di kegiatan yang mendatangkan return, bukan yang habis percuma," pesannya.
7. "Berkembang atau Tertinggal"
Di era disruptif, berhenti belajar berarti tertinggal. "Ilmu kripto saja terus update. Jika kita diam, pengetahuan kita kadaluarsa dalam 6 bulan," ungkapnya.
Timothy menutup dengan pesan: "Sukses bukan destinasi, tapi perjalanan. Yang membedakan orang biasa dan luar biasa adalah komitmen untuk terus menjadi lebih baik."
Baca Juga: Tips Mengatur Uang Tanpa Ribet ala Timothy Ronald, Simak Selengkapnya
Mengapa Prinsip Ini Relevan untuk Semua Kalangan?
Psikolog perkembangan, Dr. Anita Suryani, mengapresiasi prinsip-prinsip Timothy. "Kerangka berpikir seperti ini cocok diterapkan mulai dari pelajar, profesional, hingga entrepreneur. Kuncinya ada pada eksekusi," jelasnya.