“Debu bisa menempel pada mikroplastik atau sebaliknya. Jadi, ia bisa membawa bahan kimia berbahaya ke dalam tubuh manusia,” jelas Reza.
Lebih lanjut, semakin banyak sampah plastik yang dibakar terbuka, semakin tinggi pula kadar mikroplastik di udara. Sampah plastik dibedakan berdasarkan ukuran, makroplastik berukuran lebih dari 2,5 cm, mesoplastik antara 2,5 cm hingga 0,5 cm, serta mikroplastik berukuran kurang dari 0,5 cm. Partikel mikroplastik berukuran sekitar 500 mikron (0,5 mm) masih bisa terlihat sekilas, tetapi yang lebih kecil dari itu sulit terlihat dan bisa lebih halus daripada debu.
"Penelitian kami memang awalnya memang berlaku di Jakarta yang sekarang ini sedang berlanjut ada di 18 kota besar yang ada di Indonesia. Jakarta ini sendiri jadi bukti awal dan yang paling jelas sejauh ini," beber Reza.
Meski demikian, Reza menegaskan bahwa tidak berarti setiap tetes air hujan otomatis beracun. Namun pihaknya menekankan bahwa hasil penelitian ini merupakan temuan ilmiah yang perlu menjadi dasar kewaspadaan, bukan kepanikan.
Baca Juga: Cari Tablet Murah? Infinix XPAD 20 Pro Bisa Jadi Pilihan, Cek Harga dan Spesifikasinya!
Kemudian untuk mengurangi risiko paparan, masyarakat disarankan menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
“Kalau bisa gunakan masker kain berbahan katun, bukan sintetik. Selain itu, penting menjaga gaya hidup sehat dengan makan banyak serat, sayur, dan buah serta rutin berolahraga agar tubuh mampu mengeluarkan polutan secara alami,” terang Reza.
Selain itu, Reza juga menyoroti pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti sachet, botol air minum, gelas kemasan, hingga filter rokok yang terbuat dari plastik.
Sebab, kata dia, filter rokok yang dibuang sembarangan bisa melepaskan hingga 20 ribu partikel mikroplastik setiap hari.
Selain itu, Reza menyarankan masyarakat untuk tidak membakar sampah plastik dan lebih memilih bahan pakaian alami seperti katun. Kalaupun terpaksa, kata Reza, masyarakat yang berkualitas agar tidak mudah terurai. Karena itu, ia berharap kesadaran publik terhadap bahaya mikroplastik bisa meningkat.
“Kita harus bijak dalam mengelola plastik dan menjaga kesehatan diri sendiri. Karena kita tidak pernah tahu berapa banyak mikroplastik yang beredar di udara yang kita hirup setiap hari,” ucap Reza.
Tidak hanya terjadi di Indonesia, fenomena serupa juga pernah terjadi di negara lain, tepatnya di Pegunungan Rocky, Colorado beberapa tahun lalu. Para peneliti dari US Geological Survey (USGS) menemukan bahwa air hujan yang mereka kumpulkan mengandung serat-serat mikroplastik berwarna-warni, fragmen plastik mikroskopis yang kini diketahui ikut turun bersama presipitasi alam.