Kelangkaan Beras di Minimarket Akibat Gangguan Distribusi, Bukan Produksi

Sabtu 23 Agu 2025, 09:47 WIB
Pembeli memasukan beras ke dalam mobil, Minggu, 29 Juni 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Pembeli memasukan beras ke dalam mobil, Minggu, 29 Juni 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) menilai kelangkaan beras premium di pasar modern bukan disebabkan oleh kekurangan produksi.

Disebutnya hal itu terjadi karena adanya gangguan distribusi yang dipicu oleh tekanan hukum dan ketidakjelasan regulasi pasca pengusutan kasus beras oplosan oleh Satgas Pangan Bareskrim Mabes Polri. 

"Penarikan produk secara masal oleh ritel besar seperti Alfamart dan Indomaret, serta penahanan stok oleh produsen dan distributor, telah menyebabkan kekosongan rak dan memicu panic buying di sejumlah daerah," ujar ketua FKBI, Tulis Abadi dalam keterangannya, Sabtu, 23 Agustus 2025.

Menurut Tulus, meski dimaksudkan sebagai langkah kehati-hatian, tapi langkah tersebut justru memperburuk situasi dan merugikan konsumen yang bergantung pada akses pangan berkualitas.

Baca Juga: Target Win Streak! Persija Jakarta Siap Tempur Lawan Malut United, Jakmania Optimis Menang

Surat Telegram Kapolri yang memerintahkan pendistribusian ulang dalam dua hari belum sepenuhnya terimplementasi di lapangan. 

"Ketakutan pelaku usaha terhadap sanksi pidana membuat mereka enggan melepas stok, sehingga konsumen menjadi korban dari ketidakpastian dan spekulasi pasar," ucap Tulus.

Tulus mencatat bahwa minimnya komunikasi publik dari pemerintah dan pelaku usaha telah menciptakan disinformasi dan praktik penimbunan oleh oknum pedagang besar.

Konsumen tidak hanya kehilangan akses terhadap produk yang biasa mereka konsumsi, tetapi juga menghadapi lonjakan harga dan ketidakpastian kualitas.

Baca Juga: Awas Kelewat! Ini Jadwal Pencairan Bansos KLJ Agustus 2025

Karena itu, Tulus menegaskan, bahwa konsumen berhak atas informasi yang jelas, akurat, dan transparan mengenai kualitas dan ketersediaan produk pangan; sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Pangan. 

Maka, kata dia, pemerintah perlu mempercepat proses audit dan sertifikasi produk agar distribusi dapat dipulihkan tanpa menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha.

"Kebijakan pemerintah, khususnya Kementan, agar lebih transparan dan partisipatif terhadap wacana penghapusan beras jenis premium. Kebijakan ini bisa jadi kontraproduktif, baik dari sisi pelaku usaha, dan hak hak konsumen," jelas Tulus.

Selain itu, kata Tulus, ritel dan produsen harus membuka jalur komunikasi publik yang proaktif untuk menjelaskan situasi dan langkah-langkah pemulihan.

Sehingga diperlukan mekanisme pengawasan yang melibatkan organisasi konsumen agar kebijakan pangan tidak hanya berorientasi pada penindakan, tetapi juga pada perlindungan hak konsumen.

"FKBI menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi konsumen dalam setiap kebijakan pangan di Indonesia," kata Tulus.


Berita Terkait


News Update