Daftar Finalis Beasiswa Revolusi Ferry Irwandi Resmi Dirilis, Siapa Penerima Golden Ticket?

Jumat 22 Agu 2025, 10:11 WIB
Ferry Irwandi saat mengumumkan finalis Beasiswa Revolusi, menegaskan pentingnya mahasiswa kritis dalam dunia pendidikan. (Sumber: Youtube/@FerryIrwandi)

Ferry Irwandi saat mengumumkan finalis Beasiswa Revolusi, menegaskan pentingnya mahasiswa kritis dalam dunia pendidikan. (Sumber: Youtube/@FerryIrwandi)

Dalam banyak kesempatan, Ferry menegaskan bahwa Beasiswa Revolusi bukan sekadar tentang uang kuliah. Lebih dari itu, ia ingin menciptakan ruang latihan berpikir kritis.

“Kita harus bisa melihat masalah dengan benar untuk menemukan solusi yang benar. Critical thinking dan kreativitas itu harus jalan,” tegasnya.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak bisa dilepaskan dari dimensi kultural. Perguruan tinggi bukan hanya tempat transfer ilmu, melainkan arena pertarungan gagasan. Jika mahasiswa hanya diarahkan mengejar gelar, pendidikan akan kehilangan ruhnya. Namun, jika mahasiswa dibiasakan berpikir kritis, mereka bisa menjadi agen perubahan di masyarakat.

Mengapa Kritik Mahasiswa Penting?

Bagi sebagian orang, kritik mahasiswa mungkin dianggap berlebihan atau sekadar bentuk perlawanan emosional. Namun, bila dilihat dari sejarah, mahasiswa selalu menjadi motor perubahan. Dari gerakan 1966, reformasi 1998, hingga kritik digital di era kini, mahasiswa selalu membawa suara yang menolak diam terhadap ketidakadilan.

Dalam konteks pendidikan hari ini, kritik mahasiswa menjadi vital karena:

  1. Membongkar kebiasaan birokrasi kampus yang kerap sibuk dengan administratif.
  2. Menyuarakan realitas mahasiswa sehari-hari yang sering luput dari perhatian.
  3. Mendorong transparansi dan akuntabilitas lembaga pendidikan.
  4. Membentuk budaya berpikir kritis yang kelak berguna di dunia kerja maupun masyarakat luas.

Beasiswa Revolusi berfungsi sebagai wadah yang menginstitusikan peran kritik tersebut.

Humanisasi Beasiswa: Dari Kaos ke Revolusi

Yang menarik, program ini bukan lahir dari jalur formal atau lembaga resmi. Ferry memulai dengan sesuatu yang sederhana: menjual kaos. Dalam sehari, 2.100 kaos habis, menghasilkan lebih dari Rp400 juta. Uang itu seluruhnya dialokasikan untuk beasiswa.

Bagi banyak orang, hal ini memberi pesan moral: gerakan sosial bisa dimulai dari tindakan kecil yang kolektif. Kaos yang biasanya hanya produk fesyen, berubah menjadi medium revolusi pendidikan. Ada humanisasi dalam proses ini bahwa solidaritas bisa membiayai masa depan generasi muda.

Harapan dan Tantangan

Dengan diumumkannya sepuluh finalis dan satu penerima golden ticket, Beasiswa Revolusi membuka babak baru. Harapannya sederhana namun besar: melahirkan mahasiswa yang berani bersuara, tidak sekadar mengejar gelar, dan mampu mengubah arah pendidikan.

Namun, tantangannya pun nyata:

  • Bagaimana memastikan keberlanjutan pendanaan tanpa hanya mengandalkan penjualan kaos?
  • Bagaimana menjaga agar kritik tidak berhenti sebagai retorika, melainkan menghasilkan aksi nyata?
  • Bagaimana menyeimbangkan kritik yang tajam dengan konstruksi solusi yang realistis?

Pertanyaan-pertanyaan ini sekaligus menjadi agenda yang harus dijawab oleh Beasiswa Revolusi ke depan.

Baca Juga: Siapa Otak di Balik Kasus Pembunuhan Kepala BRI Cabang Cempaka Putih? Ini Jejak 4 Pelaku yang Ditangkap Polisi

Selamat Datang di Masyarakat Baru


Berita Terkait


News Update