POSKOTA.CO.ID - Nama King Abdi atau Amrizal Nuril Abdi mendadak menjadi sorotan publik setelah konten promosi di akun media sosial miliknya viral dan menuai reaksi keras dari berbagai pihak.
Sosok ini sebelumnya dikenal sebagai mantan kontestan MasterChef Indonesia yang cukup aktif membuat konten promosi kuliner di berbagai tempat.
Namun berbeda dari biasanya, kali ini ia membuat konten promosi untuk sebuah tempat usaha yang menjual minuman keras, yakni Toko MRS Sari Jaya di kawasan Jalan Soekarno-Hatta (Suhat), Kota Malang. Reaksinya? Ledakan kontroversi yang menyita perhatian publik dan media.
Baca Juga: Lirik Lagu Rona Merah Langit - Kunto Aji, Trek Keenam Album Pengantar Purifikasi Pikir
Konten Promosi yang Jadi Bumerang
Dalam video yang diunggah, King Abdi secara persuasif mengajak penonton—terutama anak muda—untuk mencoba minuman alkohol di toko tersebut. Narasi yang dibawakan dinilai provokatif dan tidak mengedukasi mengenai risiko konsumsi alkohol, terlebih lagi tanpa pembatasan usia atau disclaimer yang memadai.
Salah satu akun TikTok lokal, @infomalangan, bahkan menyebut bahwa toko MRS Sari Jaya kini tutup total setelah konten King Abdi viral. “Gegara konten King Abdi, toko MRS Sari Jaya di Suhat Kota Malang kini tutup total,” demikian kutipan dalam unggahannya.
Publik Bertanya: Siapa Pemilik MRS Sari Jaya?
Di tengah kontroversi yang bergulir, muncul pula rasa penasaran publik terhadap siapa pemilik toko tersebut. Namun hingga kini, belum ada informasi pasti mengenai identitas pemilik MRS Sari Jaya.
Yang terungkap justru fakta bahwa toko itu tidak terdaftar secara resmi sebagai toko minuman keras, melainkan sebagai toko elektronik atau HP. Hal ini mengundang perhatian serius dari pihak pemerintah setempat karena menyangkut perizinan usaha yang dianggap tidak sesuai.
Reaksi Pemerintah: Dari Ketua DPRD Hingga Wali Kota
Konten promosi tersebut bukan hanya mengusik moral publik, tetapi juga menggerakkan sejumlah pejabat Kota Malang untuk bersuara.
Amithya Ratnanggani Sirraduhita (Mia), Ketua DPRD Kota Malang, dengan tegas mengecam promosi tersebut. Ia menilai apa yang dilakukan King Abdi melanggar norma sosial dan Perda Kota Malang Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Senada dengan Mia, anggota Fraksi PKB DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi, bahkan menyebut konten itu sebagai bentuk pelecehan terhadap etika publik dan mempermalukan nama baik Kota Malang. Ia juga menyoroti ketiadaan edukasi dan batasan usia dalam konten yang ditujukan untuk konsumsi publik, khususnya anak muda.
Sementara itu, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menyatakan bahwa tindakan King Abdi telah melanggar aturan secara terang-terangan. Selain itu, ia juga mengungkap bahwa toko yang dipromosikan tidak memiliki izin yang sesuai dengan jenis usahanya.
Dalam era digital saat ini, peran influencer atau konten kreator menjadi semakin sentral dalam membentuk opini publik. Banyak di antara mereka menggunakan platform sosial sebagai ladang ekspresi kreatif dan promosi usaha. Namun, kasus King Abdi membuka kembali diskusi penting mengenai batas etika dan tanggung jawab sosial seorang figur publik.
Dari satu sisi, promosi tempat usaha, termasuk usaha minuman keras, secara hukum diperbolehkan di beberapa wilayah dengan syarat dan regulasi tertentu. Namun, saat promosi tersebut dilakukan di ruang publik tanpa filter, narasi kritis, atau batasan usia, maka yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi pribadi, tapi juga keamanan sosial dan budaya.
Apalagi, target audiens media sosial seperti TikTok dan Instagram umumnya mencakup kalangan remaja dan anak muda. Konten yang menormalisasi konsumsi alkohol, tanpa edukasi, dapat membuka pintu risiko perilaku konsumtif yang tidak sehat.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Kasus Ini?
- Perlu Edukasi Digital yang Lebih Baik
Banyak influencer masih belum memahami secara utuh konsekuensi dari setiap konten yang mereka unggah. Edukasi mengenai etika digital, regulasi konten, dan tanggung jawab sosial sangat penting untuk ditegakkan. - Transparansi Izin Usaha Harus Diperkuat
Kasus ini memperlihatkan bahwa toko yang tidak memiliki izin resmi bisa beroperasi dan bahkan dipromosikan secara terbuka. Pemerintah daerah perlu memperkuat sistem perizinan dan pengawasannya. - Kolaborasi Influencer dan Regulasi
Saat ini belum ada aturan tegas yang mengikat influencer terkait konten promosi berisiko tinggi seperti miras. Padahal, mereka merupakan pelaku komunikasi massa baru yang pengaruhnya sangat besar. Diperlukan regulasi adaptif dan kolaboratif yang melibatkan platform media sosial, pemerintah, dan pelaku industri.
Baca Juga: Jadwal Tes SKD Sekolah Kedinasan 2025: Siapkan Diri agar Lolos Seleksi, Simak Tipsnya
King Abdi: Karier yang Terancam?
Meskipun belum ada sanksi hukum formal yang diumumkan terhadap King Abdi, sorotan tajam publik dan pejabat daerah bisa berdampak besar terhadap citranya. Jika sebelumnya dikenal sebagai figur kuliner yang penuh energi positif, kini ia menghadapi gelombang kritik yang mempertanyakan komitmennya terhadap nilai-nilai sosial dan profesionalisme.
Apakah King Abdi akan menyampaikan klarifikasi atau permintaan maaf? Hingga saat artikel ini ditulis, belum ada pernyataan resmi yang keluar dari pihaknya.
Kasus ini bukan hanya tentang King Abdi atau toko MRS Sari Jaya semata. Ini tentang bagaimana masyarakat, pemerintah, dan pelaku digital perlu saling mengingatkan bahwa popularitas tidak bisa menjadi alasan untuk melanggar norma atau hukum yang berlaku.
Era digital memberi kemudahan, tetapi juga menuntut kedewasaan dalam bertindak dan berkomunikasi. Semoga kejadian ini menjadi refleksi bersama akan pentingnya menyelaraskan kreativitas dengan tanggung jawab sosial.