POSKOTA.CO.ID - Masyarakat di Pulau Jawa masih harus bersiap menghadapi fenomena suhu dingin atau bediding dalam beberapa bulan ke depan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi ini akan berlangsung hingga September 2025, dengan suhu terendah diperkirakan mencapai 13 derajat Celsius.
Fenomena ini terutama terasa di wilayah dataran tinggi seperti Malang Raya, di mana angin timuran yang kering dan langit cerah mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi. Tak hanya menimbulkan udara dingin yang menusuk, bediding juga berpotensi memicu embun beku di kawasan pegunungan.
Tak hanya menimbulkan udara dingin yang menusuk, fenomena ini juga berpotensi menciptakan embun beku di kawasan pegunungan seperti Bromo dan Semeru.
Baca Juga: Penjelasan BMKG: Udara Dingin Juli 2025 Bukan karena Fenomena Aphelion, Tapi Gegara Ini
Masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap dampak kesehatan yang mungkin timbul, sekaligus mempersiapkan diri menghadapi suhu dingin yang masih akan berlanjut beberapa bulan ke depan.
Apa Penyebab Bediding?
Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Timur, Linda Firotul, menjelaskan bahwa bediding merupakan fenomena tahunan yang terjadi saat musim kemarau.
"Angin timuran dari Australia membawa udara kering dan dingin. Ditambah langit cerah di malam hari, panas bumi lebih cepat terlepas ke atmosfer, sehingga suhu turun signifikan," ujarnya saat dihubungi di Malang, Minggu 13 Juli 2025
Selain itu, gangguan atmosfer seperti gelombang Rossby, Kelvin, dan Madden-Julian Oscillation (MJO) sempat menyebabkan hujan di beberapa wilayah.
"Hujan membawa udara dingin dari awan dan mengurangi pemanasan matahari, memperkuat sensasi dingin," tambah Linda.
Baca Juga: BMKG Prediksi Kemarau Basah hingga Oktober 2025, Ini Daerah Rawan Bencana Hidrometeorologi
Suhu Terendah Bisa Capai 13 Derajat C, Waspada Embun Es
Berdasarkan data klimatologis 30 tahun (1991–2020), suhu minimum di Malang Raya biasanya berkisar 17–20 derajat C. Namun, BMKG memprediksi pada puncak bediding Agustus mendatang, suhu bisa anjlok hingga 13–15 derajat C.
Fenomena ini juga berpotensi menimbulkan embun beku (embun upas) di dataran tinggi, seperti kawasan Ranupane, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). "Embun es terbentuk jika langit cerah, angin tenang, dan kelembapan tinggi," jelas Linda.
Dampak Kesehatan dan Antisipasi
Penurunan suhu ekstrem berisiko meningkatkan gangguan pernapasan, seperti ISPA dan flu. Dokter umum di Malang, dr. Andika Pratama, menyarankan masyarakat untuk:
- Memakai pakaian hangat, terutama saat beraktivitas pagi atau malam.
- Menjaga asupan vitamin C dan cairan.
- Memastikan sirkulasi udara tetap baik di dalam rumah.
Baca Juga: BMKG dan BNPB Lakukan Operasi Modifikasi Cuaca 24 Jam
Bediding dan Aphelion: Mitos atau Fakta?
Belakangan beredar kabar bahwa bediding terkait dengan posisi bumi terjauh dari matahari (aphelion). BMKG menegaskan hal tersebut tidak berdampak signifikan terhadap suhu di Indonesia. "Penurunan suhu murni akibat dinamika atmosfer lokal, bukan pengaruh aphelion," tegas Linda.
Kapan Suhu Kembali Normal?
BMKG memperkirakan bediding akan berangsur mereda memasuki Oktober 2025, seiring peralihan ke musim penghujan. Namun, masyarakat diimbau tetap memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi BMKG.
Bagi warga Jawa, suhu dingin mungkin sudah biasa. Namun, bagi pendatang atau kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak, bediding bisa menjadi tantangan. Apa strategi Anda menghadapi cuaca ekstrem ini? Bagikan di kolom komentar!