POSKOTA.CO.ID - Persidangan kasus dugaan pemerasan dan pengancaman antara Nikita Mirzani dan Reza Gladys kembali memanas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Kedua belah pihak saling beradu argumen, dengan Nikita mengklaim dirinya sebagai korban kezaliman, sementara tim kuasa hukum Reza menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada majelis hakim.
Sidang yang digelar Selasa 1 Juli 2025 ini menyoroti eksepsi (nota keberatan) yang diajukan Nikita, yang dinilai oleh pihak Reza sebagai upaya pembelaan yang berlebihan.
Sementara itu, Nikita justru menangis di persidangan, mengungkapkan kerinduan pada anak-anaknya sekaligus menegaskan bahwa ia bukan pelaku kriminal sebagaimana yang dituduhkan.
Baca Juga: Kenapa Akun IG Netty Ratna Wulan Diserbu Netizen? Disebut Nikita Mirzani Sebagai Ibu dr Reza Gladys
Eksepsi Nikita Dinilai Beban bagi Hakim
Surya Batubara, selaku kuasa hukum Reza Gladys, menanggapi eksepsi (nota keberatan) yang diajukan Nikita dalam sidang Selasa 1 Juli 2025. Ia menyatakan bahwa meskipun eksepsi merupakan hak terdakwa, pembacaan yang panjang dapat memberatkan majelis hakim.
"Intinya, eksepsi yang begitu banyak itu akan menjadi suatu beban daripada Majelis Hakim membacanya. Untuk itu kami serahkan Majelis Hakim untuk memutuskan nantinya apa yang terbaik," kata Surya.
Ia menjelaskan, eksepsi harus mempertimbangkan dua aspek: formil (identitas dan yurisdiksi) dan materil (kesesuaian pasal dakwaan dengan fakta hukum). "Kalau kasusnya pemerasan ya, pasalnya pemerasan sah secara hukum. Tapi terserah pada majelis hakim untuk memastikannya," tegasnya.
Nikita: "Saya Korban Kezaliman"
Dalam pembelaannya, Nikita membantah dakwaan pemerasan. Ia mengklaim bahwa uang Rp4 miliar yang diterima dari Reza Gladys merupakan hasil kesepakatan bisnis, bukan pemaksaan.
"Dengan ini saya menyatakan bahwa saya tidak pantas ditahan atas kerugian yang merupakan kesepakatan dalam bisnis yaitu senilai Rp4 Miliar," ujar Nikita.
Ia juga menuding penyidik Polda Metro Jaya dan jaksa penuntut umum (JPU) melakukan "kejahatan kemanusiaan" dengan menahannya. "Kriminalisasi perbuatan dzalim yang dilakukan sewenang-wenang oleh penyidik Polda Metro Jaya dan JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kepada saya merupakan kejahatan kemanusiaan yang wajib dihentikan," tegasnya.