Publik Indonesia sangat peka terhadap simbolisme yang bersinggungan dengan tokoh negara. Dalam beberapa kasus, penggunaan nama presiden atau pejabat tinggi pada aset bisnis dapat dianggap sebagai bentuk pencitraan, kedekatan kekuasaan, atau bahkan penyalahgunaan simbol negara untuk kepentingan ekonomi.
Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor strategis seperti tambang dan logistik disarankan untuk menghindari nama-nama yang dapat menimbulkan ambiguitas atau kecurigaan publik.
Kontroversi penamaan kapal “Dewi Iriana” dan “JKW Mahakam” menjadi refleksi dari pentingnya transparansi korporasi dan etika penamaan aset bisnis. Di tengah tuntutan terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, aspek simbolik tak bisa diabaikan.
Lebih dari sekadar nama, publik menginginkan kejelasan peran perusahaan dalam menjaga ekosistem yang menjadi warisan bangsa. Raja Ampat bukan hanya aset wisata, tetapi juga simbol keanekaragaman hayati laut Indonesia yang tidak bisa digantikan.