POSKOTA.CO.ID - Perairan Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan. Bukan karena keindahan alamnya, tetapi karena keberadaan dua kapal pengangkut nikel bernama “Dewi Iriana” dan “JKW Mahakam” yang dinilai menggunakan nama identik dengan tokoh-tokoh nasional, yakni Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan Presiden Joko Widodo sendiri.
Di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan di kawasan wisata prioritas nasional tersebut, penamaan kapal ini memantik perdebatan etis dan politis.
Media sosial X (sebelumnya Twitter) menjadi tempat diskusi ramai, sebagian besar mengaitkan nama-nama tersebut dengan dugaan simbolisme kekuasaan dalam proyek bisnis yang berisiko pada lingkungan hidup.
Baca Juga: Panduan Mudah Mengecek Penerima Bansos PKH Menggunakan KTP Tahun 2025, KPM Wajib Tahu!
Siapa Pemilik Kapal Dewi Iriana dan JKW Mahakam?
Penelusuran digital oleh warganet dan media investigatif mengungkap bahwa kedua kapal tersebut berada dalam jaringan armada PT IMC Pelita Logistik Tbk, perusahaan logistik maritim yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham PSSI.
Kapal “JKW Mahakam 6” diketahui sebagai jenis tug boat atau kapal tunda, sementara “Dewi Iriana 6” merupakan tongkang pengangkut. Keduanya digunakan untuk pengiriman logistik tambang di wilayah Raja Ampat.
Meski nama-nama ini tidak tercantum secara eksplisit di situs resmi perusahaan, data pelacakan maritim dan sistem Automatic Identification System (AIS) menunjukkan keberadaan dan pergerakan kapal yang berkaitan langsung dengan aktivitas pengangkutan material tambang, khususnya nikel dan batubara.
Profil Perusahaan PT IMC Pelita Logistik Tbk
PT IMC Pelita Logistik Tbk bergerak di sektor jasa angkutan laut untuk industri tambang. Perusahaan ini menawarkan layanan logistik laut yang efisien dengan mengoperasikan armada besar kapal, termasuk:
- 2 unit fasilitas pemuatan apung (floating loading facilities)
- 31 unit kapal tunda
- 26 unit kapal tongkang
- 5 unit kapal curah besar
- 2 unit tongkang derek apung
Sebagai bagian dari IMC Group, perusahaan ini berfokus pada transportasi laut untuk komoditas seperti batubara dan nikel di Indonesia bagian timur.
Alamat Kantor Pusat:
Menara Astra Lt. 23, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 5-6, Jakarta Pusat
Direktur Utama: Yolanda Watulo
Komisaris Utama: Loh Niap Juan
Tanggal IPO di BEI: 5 Desember 2017
Subsektor Bisnis: Distribusi batubara dan logistik maritim
Struktur Kepemilikan Saham PT IMC Pelita Logistik
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia, berikut adalah struktur pemegang saham utama:

Menariknya, tidak ditemukan nama pejabat publik dalam komposisi pemilik saham. Namun, isu simbolik tetap mengemuka, terlebih dalam konteks penggunaan nama yang seolah-olah mencatut tokoh penting negara.
Etika Penamaan Kapal: Di Antara Kebiasaan dan Kontroversi
Beberapa netizen mempertanyakan maksud di balik penggunaan nama-nama tokoh nasional pada kapal tambang. Akun @Xerathvox menulis bahwa penamaan ini seperti “pemanis simbolik” untuk menutupi dampak lingkungan, sementara @HukumDan menilai hal ini berpotensi menyesatkan publik.
Namun, ada juga pihak yang menganggap hal ini wajar. Akun @gumpnhell mencuit bahwa kapal di kawasan Indonesia Timur sering diberi nama tokoh nasional, seperti “Megawati” dan “Soekarno”. Penamaan kapal dengan referensi lokal atau nasional, menurut mereka, merupakan praktik umum selama tidak melanggar hukum.
Apakah Penamaan Kapal Tokoh Nasional Melanggar Hukum?
Hingga saat ini, belum terdapat regulasi eksplisit yang melarang penggunaan nama tokoh nasional pada kapal niaga. Undang-Undang Pelayaran maupun peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tidak mengatur secara rinci mengenai pembatasan nama kapal, kecuali yang berpotensi menimbulkan kekacauan administratif atau duplikasi.
Namun dari sudut pandang etika bisnis, penggunaan nama seperti “Dewi Iriana” atau “JKW Mahakam” berisiko menciptakan interpretasi publik yang bersifat politis.
Ketika aktivitas perusahaan berpotensi merusak lingkungan dan dilakukan di kawasan sensitif seperti Raja Ampat, aspek simbolik seperti nama kapal dapat memperkuat kesan eksploitasi.
Pihak perusahaan, hingga artikel ini diterbitkan, belum memberikan klarifikasi resmi terkait motif penamaan kapal-kapal tersebut.
Dampak Lingkungan di Raja Ampat: Isu yang Lebih Besar
Di balik polemik nama, terdapat persoalan yang lebih mendasar: potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan dan pengangkutan nikel di Raja Ampat. Wilayah ini merupakan kawasan konservasi laut kelas dunia, dan ditetapkan sebagai bagian dari program wisata prioritas nasional.
Masuknya kapal-kapal tambang dengan kapasitas besar ke wilayah ini menimbulkan risiko terhadap ekosistem terumbu karang, biota laut, serta kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada laut.
Aktivis lingkungan dan akademisi maritim telah beberapa kali memperingatkan bahwa kegiatan seperti ini mengancam keberlanjutan alam Raja Ampat dalam jangka panjang.
Baca Juga: Guru Besar UI Sebut Pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka Tak Mungkin Terjadi
Simbolisme dan Sensitivitas Publik
Publik Indonesia sangat peka terhadap simbolisme yang bersinggungan dengan tokoh negara. Dalam beberapa kasus, penggunaan nama presiden atau pejabat tinggi pada aset bisnis dapat dianggap sebagai bentuk pencitraan, kedekatan kekuasaan, atau bahkan penyalahgunaan simbol negara untuk kepentingan ekonomi.
Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor strategis seperti tambang dan logistik disarankan untuk menghindari nama-nama yang dapat menimbulkan ambiguitas atau kecurigaan publik.
Kontroversi penamaan kapal “Dewi Iriana” dan “JKW Mahakam” menjadi refleksi dari pentingnya transparansi korporasi dan etika penamaan aset bisnis. Di tengah tuntutan terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, aspek simbolik tak bisa diabaikan.
Lebih dari sekadar nama, publik menginginkan kejelasan peran perusahaan dalam menjaga ekosistem yang menjadi warisan bangsa. Raja Ampat bukan hanya aset wisata, tetapi juga simbol keanekaragaman hayati laut Indonesia yang tidak bisa digantikan.