Tragedi Diksar Mahasiswa Pecinta Alam di Lampung, Pratama Wijaya Kusuma Tewas Diduga Akibat Kekerasan

Minggu 01 Jun 2025, 11:03 WIB
Seorang mahasiswa di Universitas Lampung meninggal dunia usai mengikuti kegiatan Diksar, diduga mendapatkan kekerasan. (Sumber: X)

Seorang mahasiswa di Universitas Lampung meninggal dunia usai mengikuti kegiatan Diksar, diduga mendapatkan kekerasan. (Sumber: X)

POSKOTA.CO.ID - Kegiatan pendidikan dan latihan dasar (Diksar) menjadi sorotan setelah seorang peserta, Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia usai mengikuti Diksar Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila).

Peristiwa memilukan ini terjadi saat kegiatan berlangsung selama lima hari, yakni 10–14 November 2024, di kawasan hutan Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Pratama yang saat itu merupakan mahasiswa baru, ikut serta bersama lima rekannya dalam rangkaian pelatihan tersebut.

Alih-alih menjadi proses pembelajaran dan pembentukan karakter tangguh, kegiatan tersebut justru berakhir tragis.

Baca Juga: Viral! Sungai di Riau Dikabarkan Membeku Akibat Turun Salju, Benarkah Fenomena Ini Terjadi di Indonesia?

Menurut kesaksian sejumlah peserta lain, Pratama diduga mengalami sejumlah kekerasan fisik dan perlakuan tidak manusiawi selama mengikuti Diksar.

Salah satu fakta mengejutkan adalah adanya pemaksaan fisik ekstrem. Pratama dipaksa berjalan kaki selama 15 jam dengan hanya diberi waktu istirahat sekitar 5 menit.

Ketika menunjukkan tanda kelelahan, ia malah mendapat hukuman dari senior dengan dalih tidak menunjukkan semangat dan dianggap berpura-pura.

Lebih dari itu, Pratama diduga mengalami tindak kekerasan fisik berupa tendangan di bagian dada dan perut. Ia bahkan dipaksa meminum cairan yang belum diketahui kandungannya.

Baca Juga: Geger Salju di Riau, Seperti Apa Fakta di Balik Video yang Viral di TikTok?

Tidak sedikit peserta yang menyebut tindakan tersebut dilakukan berkali-kali atas dasar pelanggaran aturan internal Diksar.

Kondisi Kesehatan Memburuk

Usai kegiatan selesai, Pratama langsung dilarikan ke RSUD Abdul Moeloek, Bandar Lampung, dalam kondisi kritis.

Berdasarkan informasi medis, ia mengalami sejumlah luka di bagian leher, siku, dan perut atas, serta pembuluh darah yang menggumpal di kepala akibat trauma fisik.

Meski telah mendapatkan perawatan intensif, nyawanya tidak tertolong. Pratama dinyatakan meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025, lima bulan pasca-kegiatan berlangsung.

Pihak keluarga, yang merasa kehilangan mendalam, mendesak agar investigasi dilakukan secara menyeluruh dan transparan.

Baca Juga: Kecelakaan Maut Argo Ericko, Christiano Pengarapenta Terancam 6 Tahun Penjara, Isu Suap 1 Miliar dan Peran Ayahnya Jadi Sorotan

Reaksi Publik

Kematian Pratama segera memicu reaksi keras dari publik, khususnya di media sosial.

Tagar #StopDiksarBrutal dan #KeadilanUntukPratama menjadi tren, mencerminkan kegeraman masyarakat terhadap praktik kekerasan yang masih terjadi dalam kegiatan mahasiswa di institusi pendidikan tinggi.

Sejumlah warganet dan aktivis pendidikan menyoroti bagaimana kegiatan organisasi di kampus seringkali dibalut dengan narasi pembinaan mental, namun dalam praktiknya sarat dengan kekerasan fisik dan psikis.

Praktik senioritas yang menyimpang dinilai telah menormalisasi tindakan yang melanggar hak asasi dan keselamatan peserta didik.

Pakar pendidikan tinggi dari Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Lestari Wahyuningrum, menyatakan bahwa kampus harus menjadi zona aman dan inklusif.

"Tidak ada alasan membenarkan kekerasan atas nama penggemblengan mental. Pendidikan adalah proses pembimbingan, bukan penyiksaan," ujarnya dikutip pada Minggu 1 Juni 2025.

Tuntutan Terhadap Kampus

Universitas Lampung telah menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Pratama dan menyatakan akan membentuk tim investigasi independen.

Rektor Unila, melalui siaran persnya, menegaskan bahwa semua pihak yang terbukti bersalah akan diberi sanksi tegas, baik secara akademik maupun hukum.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun turun tangan untuk mengawal kasus ini.

Dalam pernyataannya, Komnas HAM menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan dalam dunia pendidikan tidak dapat ditoleransi dan harus ditindak secara hukum.

Hingga kini, proses hukum terhadap dugaan kekerasan yang dialami Pratama masih berlangsung di tingkat penyelidikan kepolisian.


Berita Terkait


News Update