POSKOTA.CO.ID - Universitas Lampung (Unila) menjadi sorotan setelah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia usai mengikuti kegiatan Pendidikan dan Latihan Dasar (Diksar) Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel).
Kegiatan tersebut berlangsung pada 11–14 November 2024 di kawasan Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Pratama diketahui menghembuskan napas terakhir pada 28 April 2025, setelah menjalani perawatan medis intensif selama beberapa bulan.
Dugaan kekerasan fisik yang dilakukan oleh senior dalam organisasi Mapala tersebut menjadi perhatian utama masyarakat kampus dan publik secara luas.

Menurut informasi dari salah satu rekan korban, Muhammad Arnando Al Faaris, terdapat sejumlah tindakan kekerasan fisik yang dialami oleh peserta Diksar, termasuk Pratama.
Ia menyampaikan bahwa sejak awal kegiatan, para peserta telah diminta menyerahkan ponsel dan dompet kepada panitia, serta diwajibkan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan secara bersama-sama tanpa pengecualian.
Faaris mengungkap bahwa para peserta diminta melakukan perjalanan selama 15 jam dengan waktu istirahat yang sangat terbatas, yaitu antara lima hingga tiga puluh menit.
Selama perjalanan tersebut, peserta membawa tas dengan beban berat, yang menyebabkan beberapa peserta mengalami kelelahan ekstrem.
Bahkan, saat salah satu peserta menyampaikan permintaan istirahat karena kondisi fisiknya yang lemah, permintaan tersebut tidak digubris oleh panitia.
Faaris menambahkan bahwa beban fisik yang diberikan tidak disesuaikan dengan kondisi masing-masing peserta.
Dalam kasus Pratama, luka lecet pada kaki dan memar di punggung diduga timbul akibat membawa beban berat dan menerima perlakuan kasar.
Ia menyebut bahwa Pratama memiliki kondisi fisik yang lebih lemah dibanding peserta lain, sehingga menjadi sasaran perlakuan keras oleh senior.
Baca Juga: Geger Salju di Riau, Seperti Apa Fakta di Balik Video yang Viral di TikTok?
Selain dipaksa push-up sebagai bentuk hukuman, para peserta juga disebut mengalami tindak kekerasan berupa tamparan berulang hingga pemaksaan meminum cairan yang diduga adalah spiritus.
Menurut Faaris, malam hari menjadi momen terberat karena para peserta dihukum serentak akibat dinilai gagal menunjukkan kepemimpinan dan kekompakan tim.
Faaris, yang saat ini telah keluar dari Unila, menyampaikan harapannya agar kekerasan dalam proses pengkaderan seperti itu tidak lagi terjadi di kampus manapun.
Ia juga menyerukan pembekuan Mahepel sebagai bentuk tanggung jawab institusi terhadap nyawa mahasiswa yang hilang.
Di sisi lain, pihak Dekanat FEB Unila turut memberikan tanggapan resmi terhadap peristiwa ini.
Dekan FEB, Prof. Nairobi, menyatakan bahwa pengurus Mahepel telah mengakui adanya kelalaian dalam pelaksanaan Diksar.
Ia menyebutkan bahwa pihak dekanat telah menggelar sidang terhadap ketua dan pengurus Mahepel pada 12 Desember 2024, yang juga dihadiri oleh pembina dari kalangan alumni.
Dalam sidang tersebut, pengurus menyampaikan permintaan maaf kepada pihak yang dirugikan dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan serupa.
Namun demikian, pada saat itu mereka tetap mengajukan izin pelaksanaan Diksar pada 14–17 November 2024 untuk enam calon anggota baru.
Salah satu peserta yang juga mengikuti kegiatan tersebut, berinisial MAF, dilaporkan mengalami gangguan pendengaran yang diduga akibat tindakan kekerasan fisik.
Pengurus Mahepel pun menyatakan kesiapan menerima sanksi, termasuk pembekuan organisasi.
Sementara itu, solidaritas mahasiswa FEB Unila ditunjukkan dalam bentuk aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat Unila pada 28 Mei 2025.
Ratusan mahasiswa menuntut keadilan atas meninggalnya Pratama serta menuntut evaluasi terhadap semua kegiatan pengkaderan organisasi mahasiswa di lingkungan kampus.
Kematian Pratama menjadi peringatan keras bahwa kegiatan pengkaderan seharusnya dilakukan dalam koridor pendidikan, bukan kekerasan.
Tragedi ini mendorong perlunya regulasi yang ketat dan pengawasan langsung dari pihak kampus agar tidak terjadi penyimpangan serupa di masa mendatang.