Antara Niat Baik dan Penyalahgunaan: Kronologi dan Modus Dugaan Pungli di Lapangan
Namun, gap antara kebijakan di level korporat dan implementasi di lapangan justru memunculkan persoalan. Paket internet Starlink Elon Musk disediakan secara gratis untuk korban bencana di Aceh dan Sumatera selama bulan Desember 2025. Lantas, benarkah ada dugaan pungli paket internet Starlink milik Elon Musk di Aceh?
Dugaan kuat penyalahgunaan ini pertama kali viral melalui platform X (sebelumnya Twitter). Pengguna bernama Narra Arraesya (@narraesya) membagikan tangkapan layar percakapan dengan seorang teman di Langsa, Aceh, yang mengungkapkan praktik mencurigakan.
Dalam unggahan yang kini telah dilihat 1,6 juta orang dan dibagikan ulang ribuan kali itu, terungkap bahwa akses ke terminal Starlink justru dikomersialisasikan.
“Elon, info dari teman saya di Langsa, Aceh: saat banjir Sumatra, layanan Starlink yang seharusnya gratis malah disewakan dengan harga 20 ribu rupiah per jam. Apa yang harus kita lakukan?” tulis akun @narraesya pada Senin, 1 Desember 2025.
Modus yang diungkapkan cukup beragam. Selain tarif per jam, kesaksian lain dari akun @nyinyuujun mengkonfirmasi adanya permintaan bayaran dengan durasi sangat singkat, “Ini bener kak, malah ada yang dimintain 5 menit 5k.
tolong dong aku juga udah bilangin kalo itu gratis tapi ada aja oknum yang cari kesempatan dalam kesempitan.” Praktik ini mengindikasikan bahwa bisa saja terminal Starlink yang didistribusikan untuk bantuan telah dikuasai oleh oknum tertentu, baik individu maupun kelompok, yang kemudian memanfaatkannya untuk mencari keuntungan dari warga yang sedang terdampak dan sangat membutuhkan koneksi internet.
Hingga saat ini, meskipun telah ditandai dalam beberapa unggahan viral, belum ada tanggapan resmi dari pihak Starlink mengenai investigasi atau langkah penertiban atas dugaan pungli ini.
Padahal, jika mengacu pada skema resmi Starlink, paket internet tersebut dapat dinikmati secara gratis bagi masyarakat terdampak.
Pemerintah Indonesia, yang disebut bekerja sama dalam distribusi bantuan ini, juga belum memberikan klarifikasi.
Situasi ini menyisakan pertanyaan besar tentang mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan teknologi di tengah situasi darurat, serta perlunya tindakan cepat untuk menghentikan eksploitasi terhadap korban bencana.
