POSKOTA.CO.ID - Investigasi Polda Metro Jaya mengungkap fakta baru yang mencengangkan dalam kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading.
Pelaku yang berinisial F, ternyata membeli seluruh bahan peledak dari toko online dan merakit bom secara mandiri setelah mempelajari caranya dari internet.
Kombes Pol. Budi Hermanto, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa F menyembunyikan aktivitas berbahayanya dari keluarga.
Paket-paket berisi bahan peledak yang tiba di rumahnya diterima oleh orang tua F tanpa kecurigaan.
“Dia berbohong kepada keluarganya. Tidak ada kecurigaan dari keluarga juga. Ke keluarga dia bilang itu untuk ekstrakurikuler, makanya disimpan sama pihak keluarga,” ujar Budi Hermanto pada Jumat, 21 November 2025.
Di balik kedok itu, F diam-diam merakit beberapa perangkat peledak untuk melancarkan aksinya di sekolahnya. Juru Bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana, sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa F bertindak sendiri.
“Dirakit sendiri dan (terduga) pelaku mengakses melalui internet cara-cara merakit bom,” kata Mayndra pada Selasa, 11 November 2025.
Dalam tindakannya yang terencana, polisi menemukan total tujuh unit bom di lokasi kejadian.
Baca Juga: Penyebab Kematian Dosen Untag Terungkap, Kasus Menyeret AKBP Basuki
Dari jumlah tersebut, empat di antaranya berhasil meledak, sementara tiga lainnya berhasil diamankan oleh petugas untuk diselidiki lebih lanjut.
Tragedi yang terjadi pada Jumat, 7 November 2025 itu menimbulkan korban yang tidak sedikit.
Sebanyak 96 orang dilaporkan mengalami luka-luka, baik ringan maupun berat, dengan beberapa korban bahkan harus menjalani operasi.
Pelaku F, yang berstatus sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH), juga menjadi salah satu korban luka berat dan telah menjalani operasi.
Baca Juga: Cara Daftar PPG untuk Lulusan S1/D4, Simak Syarat dan Biayanya
Saat ini, F sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramat Jati sebelum proses pemeriksaan lebih lanjut oleh penyidik Polda Metro Jaya dapat dilakukan.
Kasus ini menyoroti bahaya laten pembelian bahan berbahaya secara online dan penyalahgunaan informasi di internet untuk tindak kriminal.
