".. jangan harap dapat mengubah orang lain, apalagi dunia, kalau diri sendiri tidak mau berubah. Awali perubahan diri menjadi baik, sebelum mengubah orang lain menjadi lebih baik. Begitupun ketika hendak mengedukasi nilai – nilai nasionalisme dan patriotisme.”
-Harmoko-
Kita tentu masih ingat petikan pidato Bung Karno: Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia.
Angka 10 tentu bukan matematik bermakna statistik, tetapi simbolik begitu besarnya peran pemuda untuk melakukan perubahan sosial, guna memajukan bangsa dan negara. Sering dikatakan masa depan bangsa ada di pundak para pemuda.
Pidato Bung Karno itu pun sejatinya memberi spirit kepada generasi muda untuk terus maju menyongsong masa depan. Dunia akan terguncang jika pemuda melakukan gerakan perubahan.
Baca Juga: Kopi Pagi: Aksi Nyata Hidup Sederhana
Dunia pun kini tengah menyaksikan maraknya demonstrasi menuntut perubahan yang digerakkan kaum muda - Generasi Z atau Gen Z di sejumlah negara hingga menurunkan tahta kepala negaranya.
Seperti demonstrasi besar – besaran yang digerakkan kaum muda di Nepal sejak awal bulan September 2025 lalu, hingga Perdana Menteri KP Sharma Oli akhirnya mengundurkan diri, meninggalkan Nepal dalam ketidakstabilan politik.
Di balik demo besar ini, konon, ada frustrasi mendalam generasi muda Nepal atas masa depannya yang suram,di antaranya karena minimnya peluang kerja dan produktivitas rendah.
Di tengah kondisi yang sulit ini, tak sedikit pejabat dan keluarganya mempertontonkan gaya hidup mewah – flexing.
Tak hanya di Nepal, gelombang protes juga terjadi Madagaskar hingga Presiden Andry Rajoelina, mengumumkan pembubaran pemerintah sebagai bentuk kompromi dengan para pemuda yang menuntut sejumlah perubahan.
Baca Juga: Kopi Pagi: Lumbung Rakyat
Demo menuntut reformasi layanan publik juga terjadi di Maroko dan di Kota Lima, Peru. Bahkan, di Peru berujung dengan pemakzulan Presiden Dina Boluarte dalam sidang darurat yang digelar parlemen pada Kamis malam, 9 Oktober 2025 waktu setempat.
Dari aksi unjuk rasa yang terjadi di sejumlah negara tersebut, setidaknya kita dapat memaknai: Pertama, kaum muda tetap menjadi pelopor gerakan perubahan -reformasi di negaranya, era kini diwarnai tampilnya Gen Z menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan publik.
Kedua, pemerintah hendaknya tiada henti memperbaiki tata kelola pemerintahan guna merespons kehendak publik, utamanya peningkatan pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan, penyediaan lapangan kerja, upaya konkret mengatasi kesenjangan serta pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih.
Ketiga, perlu aksi nyata keberpihakan para elite politik dan pejabat publik kepada kepentingan rakyat, bukan pribadi, keluarga dan kerabatnya, terlebih memperkaya diri sendiri.
Pemakzulan Presiden Peru, Boluarte, awal bulan Oktober ini, tak lepas dari tuduhan memperkaya diri sendiri secara ilegal, ketidakmampuan moral, sementara abai terhadap kepentingan rakyat, patut menjadi pembelajaran.
Kegagalan pemerintah Nepal menciptakan lapangan kerja berkualitas yang berdampak kepada rendahnya produktivitas dan ekonomi yang stagnan, membuat kaum muda pesimis akan masa depannya.
Menghadapi kenyataan yang demikian, kaum muda- Gen Z bangkit membela kepentingan bangsanya, bukan penguasanya. Itulah nilai – nilai patriotisme dan nasionalisme yang ditampilkan kaum muda dalam membela kaumnya, bangsanya dan negerinya.
Baca Juga: Kopi Pagi: Setahun Pemerintahan Prabowo
Seperti halnya kaum muda negeri kita yang sejak dulu telah teruji melakukan gerakan ‘menyatukan’ Indonesia melalui ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, yang memiliki tujuan dasar menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Di dalamnya terdapat makna cinta tanah air, semangat nasionalisme, patriotisme dan kegotongroyongan.
Nilai – nilai luhur yang dikedepankan adalah mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan. Kepentingan sekelompok elite harus sirna, jika sudah bicara untuk kepentingan rakyat.
Nilai – nilai ini yang harus terus diedukasi tiada henti agar senantiasa terpatri dalam sanubari setiap anak negeri, siapa pun dia. Tak terkecuali Gen Z (kelahiran 1997 -2012) yang kelak akan mengawal Indonesia Emas.
Disertai harapan, para elite dan pejabat publik yang mengedukasi nilai –nilai nasionalisme, harus lebih baik dari yang diedukasi.
Jika tidak?, situasi akan berbalik, Gen Z yang akan mengedukasi para elite dan pejabat publik dengan melakukan gerakan perubahan tata kelola negara agar tetap selaras dengan nilai luhur nasionalisme, mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara di atas segalanya.
Gerakan Reformasi yang dipelopori Gen Z di sejumlah negara belakangan ini, akibat lemahnya keberpihakan pejabat kepada rakyat, bisa menjadi rujukan.
Baca Juga: Kopi Pagi: Menguatkan Ketahanan Mental
Lagi pula, jangan harap dapat mengubah orang lain, apalagi dunia, kalau diri sendiri tidak mau berubah. Maknanya, awali perubahan diri menjadi orang baik, sebelum mengubah orang lain menjadi lebih baik. Begitupun ketika hendak mengedukasi nilai – nilai nasionalisme dan patriotisme, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Tak sedikit para elite mengedukasi keberpihakan kepada rakyat,namun ucapan dan perbuatannya acap mencerminkan ketidakkeberpihakan. Ini indikasi tidak satunya kata dengan perbuatan. Dalam pepatah bahasa Jawa sering disebut:Kakehan gludug , kurang udan.
Mari edukasi diri sendiri, sebelum mengedukasi orang lain. Perbaiki diri sendiri, sebelum memperbaiki orang lain. (Azisoko)
