"Faktor lain termasuk minimnya tutupan awan, radiasi matahari maksimum pada awal Oktober, dan fenomena vortex atmosfer yang memperburuk kelembaban serta sirkulasi virus pernapasan," ucapnya menambahkan.
Ia menyebutkan, peningkatan tersebut bukan fenomena baru, tetapi pola musiman yang diperburuk lingkungan urban polutif.
"Tidak ada satu wilayah yang dominan secara ekstrem, tapi area dengan AQI buruk seperti pusat kota lebih rentan," katanya.
Saat ini, Dinkes Jakarta telah menerapkan langkah komprehensif, termasuk monitoring harian melalui SKDR dan monev (monitoring dan evaluasi) kasus ISPA seperti erat Pandemi Covid-19.
"Fasilitas kesehatan seperti puskesmas tingkat kecamatan beroperasi 24 jam, didukung ambulans siaga, dan sistem rujukan ke RSUD untuk kasus berat," kata dia.
Baca Juga: Kasus ISPA di Puskemas Kembangan Jakbar Bertambah 13,7 Persen
Selain itu, Dinkes Jakarta melakukan pencegahan mencakup skrining dini, edukasi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), koordinasi dengan Kemenkes untuk vaksinasi dan surveilans, serta persiapan menghadapi cuaca ekstrem seperti hujan deras atau panas berlebih.
"Jika gejala muncul, segera periksa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk penanganan cepat dan isolasi jika diperlukan," kata dia.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk waspada dan menerapkan pencegahan sederhana.
"Cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, konsumsi makanan bergizi seimbang, istirahat cukup, olahraga rutin, gunakan masker (seperti N95/KF94) saat di luar ruangan atau area polusi tinggi, hindari kerumunan jika sakit, terapkan etika batuk/bersin, dan jaga imunitas tubuh terutama selama pancaroba," ujar dia.
Baca Juga: Dinkes Jakarta Sebut Musim Pancaroba Rentan Timbulkan DBD hingga ISPA
Selain itu, Chico meminta warga untuk menghindari olahraga pagi di jalan raya saat polusi tinggi (pukul 06.00–09.00), dan segera konsultasi ke puskesmas jika batuk atau pilek yang tak kunjung sembuh.