BEKASI, POSKOTA.CO.ID - Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkarmat) Kota Bekasi mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemunculan ular di lingkungan permukiman. Kondisi ini kerap terjadi akibat terganggunya habitat ular.
Lahan kosong yang beralih fungsi menjadi perumahan, serta lubang persembunyian ular yang tergenang air saat hujan, membuat reptil tersebut berpindah ke area permukiman warga.
Pendiri Komunitas Sahabat Reptil Bekasi (SRB), Usup Saharoni menjelaskan, fenomena ular masuk ke rumah warga memang marak terjadi di musim hujan.
“Biasanya ular akan menempati lubang yang dibuat hewan lain. Saat hujan, lubang itu terisi air, sedangkan ular tidak kuat berada di air sehingga berpindah ke permukiman,” kata Usup saat dikonfirmasi, Jumat, 22 Agustus 2025.
Baca Juga: Intensitas Kemunculan Ular Bertambah saat Musim Hujan, Warga Bekasi Diminta Waspada
Berdasarkan data Disdamkarmat Kota Bekasi, ular jenis sanca menjadi yang paling sering dievakuasi. Dari total laporan masyarakat, sekitar 70 persen ular yang ditangani merupakan jenis non-berbisa, sementara sisanya 30 persen merupakan ular berbisa.
Menurut Usup, ular besar seperti sanca cenderung hidup di area perairan atau lahan kosong. Sementara ular kecil biasanya memilih menghindar. Namun, jika ada perumahan yang dibangun di lahan kosong tetapi tidak sepenuhnya dihuni, kawasan tersebut sering dijadikan tempat persembunyian ular.
“Kalau ada lahan kosong yang berubah jadi perumahan tapi tidak semuanya dihuni, area itu jadi lokasi persembunyian ular,” ujarnya.
Selain faktor tempat tinggal, Usup juga menyoroti ekosistem perkotaan yang turut memengaruhi keberadaan ular. Menurutnya, masih banyak masyarakat Bekasi yang memburu dan mengonsumsi biawak, padahal hewan tersebut merupakan predator alami ular.
Baca Juga: Damkar Bekasi Terima 521 Laporan Evakuasi Ular, Mayoritas Jenis Sanca
“Di Bekasi masih banyak yang menjual sate biawak. Padahal biawak itu predator alami ular. Kalau predatornya berkurang, populasi ular bisa meningkat,” katanya.
Usup mengatakan di Indonesia sendiri memiliki hampir 400 jenis ular, dan sekitar 10 persen di antaranya berbisa. Usup mengingatkan, masyarakat awam sebaiknya memperlakukan semua jenis ular sebagai berbahaya.
Hal ini ia katakan sebagai bentuk kewaspadaan terhadap hewan reptil tersebut.
“Kalau ketemu ular, jangan panik. Diam, observasi, lalu segera hubungi Damkar atau pihak yang berkompeten,” tuturnya.
Baca Juga: Masuk Musim Hujan, Damkar Bekasi Imbau Warga Waspadai Kemunculan Ular
Usup juga mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan agar tidak mengundang mangsa ular, seperti tikus.
“Sampah bisa mengundang tikus, sementara tikus adalah mangsa ular. Jadi jangan biarkan barang bekas menumpuk karena bisa jadi tempat persembunyian ular,” ucap dia.
Eko Budi Santoso, anggota Rescue Kompi B Disdamkarmat Kota Bekasi, juga mengatakan hal yang sama. Ia menjelaskan meningkatnya kasus ular masuk rumah warga salah satunya akibat hilangnya habitat alami satwa melata tersebut.
“Yang pertama, habitatnya memang sudah tidak ada. Kedua, rantai makanan atau predator di atasnya mulai hilang atau hampir punah. Seperti biawak, sekarang kan banyak dimakan sama manusia,” katanya.
Meski begitu, Eko menegaskan hingga kini Disdamkarmat Kota Bekasi belum pernah menerima laporan warga yang terkena gigitan ular. Namun, keberadaan ular kerap merugikan warga karena memangsa hewan ternak.
“Kalau laporan warga tergigit ular sejauh ini belum ada. Tapi ular-ular itu sering memangsa ayam atau hewan peliharaan warga,” ujar dia.
Ia pun mengimbau masyarakat agar tetap tenang bila menemukan ular. Eko mengatakan langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memantau pergerakan ular, sehingga posisi hewan itu jelas ketika petugas datang.
“Kalau tidak berani mengevakuasi, pantau dulu pergerakannya. Jangan cuma teriak lalu lari, karena nanti saat petugas datang ular sudah bergeser dan sulit ditemukan,” tegasnya. (CR-3)