Viral di China! Sister Hong Bukan Wanita, Tapi Pria 38 Tahun Penyebar Rekaman Mesum Berbayar yang Mengeksploitasi Korban Lewat Kamera Tersembunyi

Kamis 17 Jul 2025, 13:17 WIB
Sister Hong viral di China yang terbukti sebagai pria 38 tahun yang rekam dan jual video korban. Ini fakta lengkap kasusnya! (Sumber: X/@LeydiVCarvajal)

Sister Hong viral di China yang terbukti sebagai pria 38 tahun yang rekam dan jual video korban. Ini fakta lengkap kasusnya! (Sumber: X/@LeydiVCarvajal)

POSKOTA.CO.ID - China diguncang skandal mengejutkan setelah terungkapnya identitas asli Sister Hong, selebritas media sosial yang selama ini memesona publik dengan penampilan feminin dan aura glamornya.

Sosok yang dikenal dengan gaya manis dan dandanan flawless itu ternyata adalah seorang pria berusia 38 tahun bernama Jiao, yang diduga kuat terlibat dalam jaringan eksploitasi seksual dan perdagangan konten ilegal.

Fakta ini terungkap setelah penyelidikan mendalam oleh pihak berwajib, mengungkap sisi gelap di balik persona Sister Hong yang selama ini tampil sempurna di layar.

Tak sekadar menyamar sebagai wanita, Jiao juga diam-diam merekam korban-korbannya secara tak bermoral, mengekspos betapa rapuhnya privasi di era digital yang serba terhubung ini.

Baca Juga: Siapa Sebenarnya Sister Hong? Pria Paruh Baya Berkedok Wanita yang Rekam dan Jual Ribuan Video Syur Secara Ilegal Viral di China

Dua Wajah Sister Hong: Dari Glamor hingga Kejahatan

Selama berbulan-bulan, Jiao sukses membangun persona sebagai "Sister Hong" atau "Sister Red", seorang wanita dengan gaya glamor: rok mini, dress warna-warni, dan riasan wajah yang sempurna. Akun media sosialnya dipenuhi konten kecantikan dan gaya hidup mewah, menarik ribuan pengikut, terutama pria yang terpesona oleh penampilannya.

Namun, di balik layar, Jiao menjalankan operasi kriminal yang terorganisir. Menurut laporan polisi setempat, ia memasang kamera tersembunyi di rumahnya untuk merekam aktivitas intim dengan para korban.

Video-video tersebut kemudian dijual secara ilegal di platform tertutup dengan harga 150 yuan (Rp341.000) per akses.

Modus Eksploitasi: Dari Hadiah Kecil hingga Pelanggaran Privasi

Yang lebih mencengangkan, Jiao diduga memanipulasi korbannya dengan meminta "hadiah kecil" sebagai balasan atas keramahannya. Beberapa korban mengaku membawa buah, susu, snack, atau minyak goreng sebagai tanda terima kasih, tanpa menyadari bahwa mereka sedang direkam.

"Kami kira hanya bertemu dengan influencer biasa. Tidak pernah menyangka dia adalah pria yang memanfaatkan kami," ujar salah satu korban yang enggan disebutkan namanya.

Baca Juga: Donald Trump Resmi Terapkan Tarif 19 Persen untuk Produk Indonesia, Ini Detail Lengkap Kesepakatan Dagang Terbaru

Respons Publik dan Investigasi Polisi

Kasus ini memicu kemarahan warganet China, dengan tagar SisterHongExposed menjadi trending di Weibo. Banyak netizen menuntut hukuman berat bagi Jiao, menyebut tindakannya sebagai kejahatan siber dan pelanggaran privasi berat.

Kepolisian China telah membuka penyelidikan resmi, termasuk mengidentifikasi korban dan melacak jaringan penyebaran video ilegal tersebut.

"Kami akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam eksploitasi seksual dan perdagangan konten pribadi," tegas juru bicara kepolisian dalam konferensi pers.

Diskusi Nasional: Perlindungan Privasi di Era Digital

Kasus Sister Hong menyoroti ancaman baru di dunia digital, di mana identitas palsu dan teknologi dapat dimanfaatkan untuk kejahatan.

Pakar keamanan siber menyarankan masyarakat untuk lebih waspada terhadap interaksi online, terutama dengan figur publik yang tidak memiliki jejak digital jelas.

Baca Juga: Panggung Utama Tomorrowland di Belgia Dilahap Api Jelang Festival Musik

Apa Langkah Selanjutnya?

Sementara Jiao menghadapi tuntutan hukum, kasus ini menjadi pelajaran penting bagi platform media sosial untuk memperketat verifikasi identitas pengguna. Kementerian Keamanan Siber China juga dikabarkan akan merevisi regulasi untuk menghukum pelaku eksploitasi online lebih keras.

Kasus Sister Hong menjadi tamparan keras bagi masyarakat digital China, mengingatkan semua pihak bahwa di balik identitas online yang menarik, bisa tersimpan ancaman serius terhadap privasi dan keamanan personal.

Insiden ini memicu pertanyaan kritis tentang sejauh mana platform media sosial bertanggung jawab dalam memverifikasi identitas pengguna, serta bagaimana masyarakat bisa lebih waspada terhadap potensi manipulasi di dunia maya.

Dengan ditangkapnya Jiao, korban mungkin bisa sedikit bernapas lega, tetapi kasus ini meninggalkan bekas yang dalam.

Perlindungan data pribadi dan edukasi literasi digital kini menjadi kebutuhan mendesak di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

Pemerintah, platform digital, dan masyarakat harus bergandengan tangan menciptakan ekosistem online yang lebih aman, agar tragedi eksploitasi seperti ini tidak terulang lagi di masa depan.


Berita Terkait


News Update