Contoh riilnya, harga beras naik drastis dalam hitungan bulan, dan kualitas pun makin menurun.
2. Ketimpangan Aset dan Efek Percetakan Uang
Setelah pandemi COVID-19, negara-negara besar melakukan pencetakan uang secara besar-besaran sebagai stimulus ekonomi.
Namun, siapa yang paling diuntungkan? Orang kaya yang menginvestasikan uang ke aset seperti properti dan saham.
Hasilnya, harga aset melambung tinggi sementara gaji tetap stagnan. Kelas menengah makin tergerus dan Gen Z tidak punya tempat.
Ketika harga sewa mengikuti harga properti yang melambung, semakin sulit bagi Gen Z untuk menyisihkan penghasilan.
Yield 2,5 persen dari properti bisa jadi alasan mengapa harga sewa meroket.
Maka, tak aneh jika Gen Z yang baru mulai bekerja, sudah kesulitan membayar kosan dan belanja kebutuhan pokok.
3. Mentalitas Gen Z
Masalahnya bukan hanya di sistem. Mentalitas gen Z juga jadi sorotan utama.
Banyak dari Gen Z yang terjebak dalam ilusi passion, FOMO (fear of missing out), dan gaya hidup konsumtif.
Mereka ingin hidup sesuai tren, tak mau kalah dengan teman, dan kerap membelanjakan uang untuk hal-hal yang sifatnya sementara.
Sifat sok pintar, terlalu banyak teori tanpa praktik, serta ketergantungan pada konten viral yang menyesatkan, membuat banyak Gen Z kehilangan arah.