POSKOTA.CO.ID - Di daerah Kramatjati, Jakarta Timur terdapat sebuah landhuis atau rumah tuan tanah pada masa kolonial Belanda.
Masyarakat mengenalnya dengan sebutan Rumah Besar Cililitan atau Landhuis Lebak Sirih. Nama Landhuis Lebak Sirih tersebut memiliki arti yang serupa dengan daerah di mana ia dibangun.
Kisah landhuis di wilayah Kramatjati ini memiliki cerita menarik dari mulai sebagai tempat peristirahatan hingga menjadi markas dan rumah sakit kepolisian.
Simak kisah sejarah Landhuis Lebak Sirih atau Rumah Besar Cililitan sebagaimana dilansir dari laman Sejarah Jakarta.
Baca Juga: Lini Masa Sejarah Jakarta dari Zaman Hindu, Era Jayakarta hingga Batavia
Awal Mula Sebutan Landhuis Lebak Sirih
Di daerah Kramatjati terdapat satu nama wilayah yang kini sudah tidak lagi dikenal masyarakat, sebuah wilayah yang merupakan bagian dari tanah perkebunan milik pemerintah kolonial yang statusnya merupakan tanah sewa (perceel) berdasar pada Publicatie 28 Februari 1836, Staatsblad No. 19.
Luas wilayah yang tidak begitu besar kurang dari sepuluh hektar berada dalam satu kampung yang bernama Kampung Jati.
Karena letaknya berada lebih rendah dari wilayah lain di sekitarnya seperti Kampung Kebon Jeruk dan Kampung Karpus, maka wilayah ini disebut daerah Lebak.
Sebagian besar wilayah Lebak di Kampung Jati ini pada tahun 1837 melalui surat pajak sewa tertanggal 2 November 1837 disewakan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada seorang tuan tanah Belanda bernama J. Scott.
Ia menanami kebun yang disewanya itu dengan hamparan tanaman sirih yang sangat luas, hingga masyarakat setempat lebih sering menyebut wilayah ini dengan sebutan Lebak Sirih.