POSKOTA.CO.ID - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat terus menjadi sorotan tajam banyak pihak dan memicu polemik lingkungan di salah satu wilayah yang disebut sebagai surga terakhir keanekaragaman hayati di bumi ini.
Sejumlah menteri, DPR serta publik khawatir tambang nikel ini akan merusak ekosistem sensitif di Kepulauan Raja Ampat yang merupakan kawasan konservasi serta pariwisata dengan status prioritas nasional yang harus dijaga dari kerusakan.
Sebagai informasi, Raja Ampat merupakan wilayah yang diakui oleh UNESCO sebagai ‘The Last Paradise on Earth’.
Kemudian wilayah yang menjadi tempat hidup 75 persen terumbu karang di dunia, serta tempat hidup flora dan fauna baik laut maupun darat karena masih memiliki hutan tropis alami.
Baca Juga: Sorotan Tajam Terhadap Tambang Nikel di Raja Ampat, Ditemukan Pelanggaran Lingkungan Serius
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) ada empat perusahaan yang beroperasi melakukan penambangan nikel di Raja Ampat yaitu PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Tanggapan dari PT GAG Nikel
Salah satu perusahaan tambang nikel di Raja Ampat yang disorot adalah PT GAG Nikel. Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (Modi) per 5 Juni 2025, PT GAG Nikel memiliki izin pertambangan seluas 13.136 hektare dengan izin teregister 430.K/30/DJB/2017, berlaku hingga 30 November 2047.
Mayoritas saham PT GAG Nikel 75 persen dimiliki oleh perusahaan asing, Asia Pacific Nickel Pty. Ltd. dari Australia, sementara 25 persen sisanya dimiliki oleh perusahaan lokal, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.
Tetapi sejak 2008 PT Antam Tbk telah mengakuisisi keseluruhan sahamnya, sehingga perusahaan ini bisa dikatakan milik BUMN.
Baca Juga: Fakta Pelanggaran 4 Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat: Dari Izin Hingga Kerusakan Ekosistem
Plt. Presiden Direktur PT GAG Nikel, Arya Arditya menjelaskan bahwa pihaknya menerima keputusan Menteri ESDM untuk menghentikan sementara operasional.
Ia menegaskan bahwa tambang nikel PT GAG Nikel telah beroperasi sesuai standar "Good Mining Practices" dan memiliki seluruh dokumen serta izin operasional yang diperlukan.
"Gag Nikel telah memiliki seluruh perizinan operasi dan menjalankan operasional keberlanjutan sesuai dengan prinsip Good Mining Practices," kata Arya.
Ia juga menambahkan bahwa PT GAG Nikel beroperasi di luar daerah konservasi atau Geopark UNESCO, dan izinnya termasuk dalam Kawasan Penambangan Raja Ampat sesuai tata ruang daerah.
Baca Juga: PT Gag Nikel Klaim Penambangan di Raja Ampat Ramah Lingkungan, Ini Katanya
Sejak beroperasi pada 2018, PT GAG Nikel mengklaim telah melaksanakan berbagai program keberlanjutan, termasuk rehabilitasi Daerah Aliran Sungai, reklamasi area tambang, konservasi terumbu karang, dan pemantauan kualitas lingkungan.
"Operasi PT Gag Nikel di Raja Ampat menjadi bukti bahwa tambang dan konservasi bisa berjalan beriringan dengan prinsip tanggung jawab," tegas Arya.
KLH Temukan Pelanggaran Lingkungan Serius
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mengambil langkah tegas dengan menyegel dan menghentikan sementara kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Baca Juga: Fakta Mencengangkan Kerusakan Raja Ampat oleh 4 Perusahaan Tambang Nikel
Pengawasan yang dilakukan KLH pada 26-31 Mei 2025 menemukan sejumlah pelanggaran serius oleh empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.
Pelanggaran tersebut dijabarkan oleh KLH, antara lain:
PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) asal China ini melakukan penambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan air limbah larian yang memadai.
Ditemukan kolam settling pond jebol yang menyebabkan sedimentasi parah dan kekeruhan air laut.
Baca Juga: Benarkah Laut Raja Ampat Kini Berwarna Cokelat? Ini Kesaksian Warga Pulau Gag yang Viral
KLH akan mengevaluasi persetujuan lingkungan PT ASP dan berpotensi melakukan penegakan hukum pidana atas dugaan kerusakan lingkungan, mengingat aktivitas di pulau kecil bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
PT Gag Nikel (GN)
Meskipun secara umum PT Gag Nikel telah mengelola air limpasan dengan baik dan tidak membuka lahan di luar IPPKH, temuan lapangan menunjukkan skala minor pelanggaran, yaitu tidak melakukan pemantauan keanekaragaman plankton pada air sungai.
KLH juga akan mengevaluasi Persetujuan Lingkungan PT Gag Nikel karena beroperasi di Pulau Gag (luas 6.500 hektare) yang tergolong pulau kecil dan berpotensi melanggar UU yang sama.
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Perusahaan ini ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH untuk aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi telah dihentikan, dan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah serta denda administratif telah dikenakan.
Baca Juga: Siapa Pemilik PT GAG Nikel? Perusahaan Tambang yang Beroperasi di Raja Ampat
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
KSM terbukti membuka tambang nikel di luar izin lingkungan dan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe, menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai dan kerusakan pada akar mangrove.
KLH akan mengenakan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan dan berpotensi menggugat secara perdata atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Komitmen Pemerintah dan Putusan MK
Menteri Hanif menegaskan bahwa KLH tidak akan ragu mencabut izin tambang jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan, terutama di pulau-pulau kecil.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antar generasi," ujarnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 semakin memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di area tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible) dan melanggar prinsip kehati-hatian lingkungan.
Komitmen pemerintah yaiut menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang membahayakan lingkungan dan masa depan wilayah pesisir Indonesia.