POSKOTA.CO.ID - Polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua kini sedang disorot usai muncul isu lingkungan terhadap kerusakan ekologis.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap keberadaan lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif di kawasan yang dikenal sebagai surga biodiversitas dunia itu.
Wacana penambangan ini menuai kecaman luas, baik dari aktivis lingkungan, akademisi, maupun masyarakat umum yang menyerukan penghentian aktivitas tambang melalui tagar #SaveRajaAmpat.
Menurut pernyataan resmi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, terdapat lima perusahaan yang memiliki IUP untuk komoditas nikel di Raja Ampat.
Baca Juga: Menteri ESDM Hentikan Sementara Operasi Tambang Nikel di Pulau Gag Raja Ampat
Dari lima perusahaan tersebut, hanya satu yang hingga kini telah beroperasi secara aktif, yakni PT GAG Nikel.
"Dari lima IUP yang tercatat, hanya satu perusahaan yang saat ini beroperasi, yaitu PT GAG Nikel," ungkap Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta.
PT GAG Nikel merupakan perusahaan patungan antara dua entitas: perusahaan asal Australia, Asia Pacific Nickel Pty Ltd, dan perusahaan pelat merah Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), yang memegang 25 persen saham.
Isu ini mencuat ke ruang publik setelah organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia mempublikasikan desakan agar pemerintah mencabut seluruh izin tambang yang berlaku di Raja Ampat.
Baca Juga: Milik Siapa Tambang Nikel di Raja Ampat Papua? Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Ungkap Daftarnya
Greenpeace menilai bahwa aktivitas pertambangan di kawasan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta membahayakan ekosistem pesisir dan laut yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat.