POSKOTA.CO.ID - Polemik soal tambang nikel di Raja Ampat, Papua terus menjadi sorotan publik nasional.
Aktivitas hilirisasi nikel yang sedang berjalan di kawasan alam Papua menuai itu penolakan luas hingga tagar Save Raja Ampat menggaung masif di media sosial.
Di mana, publik menuntut penghentian tambang yang dianggap berpotensi merusak ekosistem unik di salah satu kawasan laut paling kaya dan beragam hayati di dunia ini.
Berbagai elemen masyarakat termasuk organisasi lingkungan Greenpeace dan sejumlah konten kreator aktif menyuarakan kekhawatiran mereka.
Pada acara resmi yang dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno, tiga aktivis Greenpeace bersama seorang perempuan asal Papua sendiri melakukan aksi damai dengan membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan untuk menghentikan aktivitas tambang nikel di kawasan tersebut.
Raja Ampat sendiri selama ini dikenal sebagai “Surga Terakhir” dengan kekayaan alam yang memukau dan keanekaragaman hayati laut yang tak tertandingi.
Greenpeace menilai, kehadiran tambang nikel di daerah ini dapat menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat adat yang sudah turun-temurun bergantung pada kelestarian alam tersebut.
Selain itu, aktivitas pertambangan ini diduga melanggar Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Lantas, siapakah pemilik tambang nikel di Raja Ampat Papua yang beroperasi itu?
Baca Juga: Ayah Korban Sempat Tak Percaya Iqbal Anwar Gugur Saat Dinas di Papua
Siapa Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat?
Menanggapi isu ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan terkait kepemilikan dan status izin usaha Pertambangan (IUP) di Raja Ampat.