POSKOTA.CO.ID - Dalam menghadapi maraknya layanan pinjaman online (pinjol) yang menjamur di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menegaskan komitmennya untuk melindungi konsumen dengan menetapkan batas maksimum bunga harian.
Penetapan ini dianggap sebagai langkah penting dalam memastikan transparansi biaya serta mencegah praktik eksploitatif yang berpotensi merugikan masyarakat.
Penegasan ini disampaikan oleh Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, dalam pernyataan resmi pada Selasa, 20 Mei 2025.
Dugaan Pelanggaran dan Proses Hukum di KPPU
Pernyataan OJK ini merupakan tanggapan atas proses hukum yang tengah berjalan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap 97 penyelenggara layanan pinjaman online.
Mereka diduga melakukan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dugaan tersebut berkaitan dengan penetapan suku bunga dan biaya pinjaman yang melebihi batas bunga flat 0,8% per hari, angka yang kini dinilai tidak relevan dan sudah dicabut oleh AFPI sejak berlakunya regulasi baru.
Bunga Maksimum Pinjol: Dari Pedoman Etik ke Regulasi Formal
Sebelum hadirnya peraturan yang lebih formal dari regulator, pengaturan mengenai suku bunga maksimum telah diatur melalui kode etik oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Pengaturan ini kemudian diperkuat oleh Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
SEOJK tersebut menetapkan bahwa bunga maksimum pinjaman konsumtif dengan tenor di bawah enam bulan adalah 0,3% per hari, jauh lebih rendah dibandingkan batas sebelumnya yang mencapai 0,8%.
Ketentuan ini menjadi bagian dari upaya sistemik pemerintah dan regulator untuk membatasi praktik bunga tinggi yang merugikan masyarakat.