Tindakan tersebut sangat melanggar hukum dan hak asasi manusia, namun sering kali tidak dapat ditindak tegas karena pinjol tersebut beroperasi di luar sistem hukum.
3. Mengambil Akses Tidak Wajar dari Perangkat Pengguna
Pinjol ilegal biasanya meminta akses ke kontak, galeri, kamera, dan file pribadi dalam proses pengajuan pinjaman. Tujuan utamanya bukan untuk verifikasi, melainkan untuk mengumpulkan data sensitif yang kemudian digunakan sebagai alat tekanan.
Contoh Nyata: Banyak korban melaporkan bahwa foto pribadi mereka disebarluaskan oleh oknum debt collector setelah gagal membayar pinjaman tepat waktu.
4. Penyalahgunaan dan Kebocoran Data Pribadi
Saat Anda mengajukan pinjaman, data pribadi seperti KTP, foto selfie, rekening bank, dan bahkan slip gaji akan diminta. Di tangan pinjol ilegal, data ini bisa dijual ke pihak ketiga, digunakan untuk penipuan, atau digunakan untuk membuka akun palsu.
Tanpa adanya sistem keamanan dan enkripsi yang memadai, data pribadi pengguna berada dalam bahaya serius.
5. Penyebaran Informasi dan Pelecehan Sosial
Lebih parah lagi, pinjol ilegal bisa menyebarkan informasi mengenai utang Anda ke daftar kontak, termasuk atasan, teman kerja, hingga kerabat. Banyak korban yang mengalami:
- Malu sosial di tempat kerja
- Pemecatan karena reputasi buruk
- Tekanan keluarga akibat teror berantai
Ini merupakan pelanggaran berat terhadap privasi yang seharusnya dilindungi oleh hukum.
6. Tidak Ada Perlindungan Hukum bagi Konsumen
Karena pinjol ilegal tidak berada di bawah pengawasan OJK, pengguna tidak memiliki jalur resmi untuk mengajukan komplain atau meminta perlindungan. Jika terjadi penipuan, kebocoran data, atau kekerasan verbal dari debt collector, korban tidak dapat meminta bantuan hukum secara langsung.
Selain itu, pinjol ilegal umumnya tidak memiliki perjanjian kontrak hukum yang sah sehingga posisi hukum debitur menjadi sangat lemah.
7. Biaya Administrasi Tidak Transparan
Pinjol ilegal kerap menipu pengguna dengan menampilkan jumlah pinjaman yang tinggi namun ternyata memotong biaya administrasi hingga 30-40% di awal.
Sebagai contoh:
- Anda mengajukan pinjaman Rp2.000.000
- Yang diterima hanya Rp1.300.000
- Tapi Anda tetap harus mengembalikan Rp2.000.000 + bunga tinggi
Model penipuan semacam ini banyak ditemukan dan sayangnya masih belum banyak diketahui masyarakat.