POSKOTA.CO.ID - Sebuah video yang memperlihatkan Wakil Bupati Garut, Putri Karlina, menangis usai mendengarkan kisah pilu seorang ibu tunggal tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Momen tersebut terekam dalam sebuah unggahan TikTok dari akun @asligarut__, yang memperlihatkan sisi emosional seorang pejabat daerah yang terenyuh oleh realitas kehidupan warganya.
Dalam video tersebut, tampak Putri Karlina menyeka air matanya saat seorang perempuan yang diduga sebagai pedagang kaki lima mencurahkan isi hatinya.
Perempuan itu menceritakan bagaimana dirinya, sebagai janda dengan satu anak, harus berjuang mencari nafkah sendiri di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan.
"Supaya pedagang-pedagang itu bebas lagi, Bu. Ya saya mencari nafkah sehari-hari. Anak satu, cari nafkah. Cari kerja ke sana kemari nggak ada," ucap perempuan itu dengan suara parau yang penuh harap.
Curahan hati tersebut rupanya menyentuh sanubari sang Wakil Bupati. Diketahui bahwa Putri Karlina sendiri juga merupakan seorang ibu tunggal, sebuah fakta yang kemudian menjadi bahan spekulasi publik terkait keterikatan emosional yang mendalam antara dirinya dan kisah sang pedagang.
Baca Juga: Skin Eksklusif Gratis! Cek Kumpulan Kode Redeem FF Hari Ini 12 Mei 2025
Reaksi Publik: Empati atau Simpati Pribadi?
Meskipun banyak yang memuji sikap humanis Putri Karlina dalam menghadapi warganya dengan penuh rasa empati, tak sedikit pula warganet yang menyoroti aspek lain dari peristiwa tersebut.
Beberapa pihak menduga bahwa tangisan sang wakil bupati tidak semata-mata karena curahan hati sang ibu, melainkan karena ia merasa terhubung secara personal dengan kondisi tersebut.
“Mungkin karena sama-sama pernah jadi ibu tunggal, jadi terasa banget perjuangannya,” tulis salah satu pengguna media sosial dalam kolom komentar.
Fakta bahwa Putri Karlina pernah menjalani rumah tangga selama delapan tahun sebelum akhirnya bercerai memperkuat persepsi publik bahwa pengalaman hidup pribadinya turut membentuk kepekaan sosialnya saat ini.
Kisah Pedagang yang Kehilangan Penghidupan
Perempuan yang menjadi pusat kisah mengharukan ini diduga merupakan pedagang kaki lima (PKL) yang kehilangan tempat usahanya karena penertiban atau regulasi yang belum mengakomodasi nasib para pelaku usaha mikro
Dalam video tersebut, ia berharap agar pemerintah daerah dapat memberi ruang bagi para PKL untuk kembali bekerja dan mencari nafkah.
Hal ini menyiratkan adanya tantangan struktural yang masih dihadapi banyak ibu tunggal di Indonesia, terutama yang menggantungkan hidup dari pekerjaan informal.
Penertiban tanpa solusi justru akan memutus mata rantai ekonomi rakyat kecil yang menggantungkan kehidupan dari aktivitas harian tersebut.
Putri Karlina: Dari Tokoh Politik ke Figur Empatik
Putri Karlina, yang menjabat sebagai Wakil Bupati Garut, bukanlah figur asing di dunia politik lokal. Namanya mencuat tidak hanya karena karier birokratisnya, tetapi juga karena citra publiknya sebagai perempuan tangguh yang berhasil meniti jalan kepemimpinan di daerah yang masih kental dengan budaya patriarkal.
Momen viral ini menunjukkan dimensi lain dari kepemimpinan: kemanusiaan. Dalam konteks ini, air mata yang ditunjukkannya bukan sekadar ekspresi kelemahan, melainkan representasi kekuatan empatik yang seharusnya dimiliki oleh seorang pejabat publik.
Kontroversi Pribadi: Spekulasi atas Kehidupan Rumah Tangga
Seiring viralnya video tersebut, sejumlah warganet mulai menggali lebih jauh kehidupan pribadi sang wakil bupati. Banyak yang penasaran dengan alasan perceraian Putri Karlina dan mantan suaminya.
Diketahui bahwa rumah tangga mereka berakhir setelah delapan tahun kebersamaan. Namun, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait mengenai penyebab pasti perceraian tersebut.
Media dan publik hanya bisa berspekulasi, dengan beberapa sumber menyebut adanya perbedaan prinsip dan konflik dalam rumah tangga. Sayangnya, tidak ada konfirmasi atau klarifikasi, sehingga informasi yang beredar tetap berada pada ranah dugaan.
Pemimpin Perempuan dan Tantangan Emosional
Fenomena publik yang menyoroti emosi seorang pemimpin perempuan sering kali menunjukkan standar ganda dalam menilai kepemimpinan.
Seorang laki-laki yang menangis dianggap berani menunjukkan sisi kemanusiaannya, namun ketika seorang perempuan melakukan hal yang sama, sering kali dikaitkan dengan aspek kelemahan atau kehidupan pribadinya.
Padahal, dalam konteks kepemimpinan modern, empati adalah kekuatan. Seorang pemimpin yang mampu merasakan penderitaan rakyatnya dan menunjukkan kepedulian nyata seharusnya mendapat dukungan, bukan cibiran.
Putri Karlina, dalam hal ini, justru menunjukkan bahwa keberpihakan pada rakyat tidak hanya dilakukan melalui program dan kebijakan, melainkan juga lewat sentuhan emosional yang membangun koneksi antara pejabat dan warga.
Perjuangan Ibu Tunggal: Sebuah Realitas Sosial
Apa yang terjadi di Garut hanyalah cerminan kecil dari kenyataan sosial yang lebih besar banyak perempuan di Indonesia yang harus berjuang sendiri untuk membesarkan anak-anak mereka setelah ditinggal pasangan.
Ketika pekerjaan formal sulit diakses dan sistem sosial tidak mendukung, mereka menjadi kelompok yang paling rentan.
Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan sistem perlindungan sosial yang inklusif, termasuk menyediakan ruang usaha bagi PKL, akses pelatihan kerja, serta jaminan penghidupan layak bagi ibu tunggal dan kelompok rentan lainnya.
Video tangisan Putri Karlina bukan sekadar viral biasa. Di balik kehebohan media sosial, terselip isu-isu sosial yang perlu mendapat perhatian serius kesenjangan sosial, keterbatasan lapangan kerja, hingga stigma terhadap perempuan pemimpin dan ibu tunggal.
Momen ini bisa menjadi titik tolak untuk mendorong perubahan yang lebih besar. Diharapkan, bukan hanya Putri Karlina yang tersentuh, tetapi juga para pemangku kepentingan lain yang memiliki kuasa untuk mengubah sistem agar lebih berpihak pada mereka yang lemah.