POSKOTA.CO.ID - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan terbaru mengenai kondisi ketenagakerjaan nasional per Februari 2025 yang menunjukkan peningkatan angka pengangguran secara tahunan.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers pada Kamis (9/5/2025) mengungkapkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang, naik sekitar 83 ribu orang atau 1,11 persen dibandingkan Februari 2024.
Kenaikan ini dinilai tak terlepas dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda sejumlah sektor industri sepanjang akhir 2024 hingga awal 2025.
Dari sektor manufaktur, jasa, hingga teknologi, banyak perusahaan melakukan efisiensi biaya sebagai respons terhadap ketidakpastian ekonomi global, fluktuasi harga bahan baku, serta melemahnya daya beli masyarakat.
Baca Juga: Dijamin Tenang! Inilah Solusi Ampuh Menghadapi Lilitan Utang Pinjol, Simak Penjelasannya
Distribusi Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja
Secara demografis, BPS mencatat bahwa penduduk usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) pada Februari 2025 mencapai 216,79 juta orang, naik sekitar 2,79 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, angkatan kerja yakni mereka yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan—berjumlah 153,05 juta orang, sedangkan sisanya 63,74 juta orang tergolong bukan angkatan kerja, misalnya pelajar, ibu rumah tangga, atau pensiunan.
Adapun jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 3,67 juta orang dibandingkan Februari 2024. Peningkatan ini mencerminkan bertambahnya jumlah individu yang aktif berpartisipasi dalam pasar kerja, namun pada saat bersamaan juga menambah beban terhadap daya serap lapangan pekerjaan yang terbatas.
Rincian Status Pekerjaan dan Fenomena Setengah Pengangguran
Dari 153,05 juta angkatan kerja, sebanyak 145,77 juta orang tercatat bekerja. Namun tidak semua bekerja dalam kondisi ideal. Rinciannya sebagai berikut:
- 96,4 juta orang bekerja penuh waktu (≥35 jam per minggu)
- 37,26 juta orang bekerja paruh waktu (<35 jam per minggu)
- 11,67 juta orang masuk kategori setengah pengangguran, yaitu bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan tambahan
Fenomena setengah pengangguran ini menjadi indikator penting yang menandakan kualitas pekerjaan yang rendah, terutama di sektor informal. Banyak pekerja informal yang tidak memiliki kepastian jam kerja, upah yang layak, atau akses terhadap jaminan sosial.
Dampak PHK dan Restrukturisasi Industri
PHK massal menjadi salah satu penyumbang utama meningkatnya pengangguran. Dalam kurun enam bulan terakhir, berbagai perusahaan melakukan efisiensi tenaga kerja, terutama pada sektor-sektor berikut:
- Teknologi dan Start-up: Efek domino dari pelemahan pendanaan global berdampak pada gelombang PHK, bahkan di unicorn teknologi lokal.
- Manufaktur dan Tekstil: Tekanan biaya produksi, persaingan impor, dan penurunan permintaan ekspor menyebabkan banyak pabrik merumahkan pekerja.
- Transportasi dan Logistik: Penyesuaian struktur operasional pasca-pandemi turut mengurangi kebutuhan tenaga kerja.