Indikator tingkat wanprestasi atau tingkat keterlambatan bayar lebih dari 90 hari (TWP90) berada pada level 2,77 persen pada Maret 2025.
Angka ini sedikit menurun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,78 persen.
Kestabilan TWP90 ini menjadi indikator penting bahwa meskipun penetrasi pinjol sangat agresif, hingga saat ini belum menunjukkan gejala krisis pembayaran secara sistemik.
Namun, tren ini tetap memerlukan kewaspadaan tinggi mengingat karakteristik pinjol yang cenderung berisiko tinggi, terutama untuk pinjaman tanpa agunan dan bunga tinggi.
Di sisi lain, OJK mengungkap bahwa hingga Maret 2025 masih terdapat 12 dari 97 penyelenggara pinjaman online yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar, sesuai Peraturan OJK (POJK) yang berlaku.
"Sebanyak dua dari dua belas penyelenggara tersebut sedang menjalani proses analisis permohonan peningkatan modal disetor," jelas Agusman.
Untuk mendorong pemenuhan kewajiban ekuitas tersebut, OJK memberikan beberapa opsi, termasuk:
- Injeksi modal dari Pemegang Saham Pengendali (PSP)
- Masuknya investor strategis yang kredibel
- Peninjauan izin usaha bagi penyelenggara yang tidak menunjukkan progres pemenuhan ketentuan
Kebijakan ini sejalan dengan upaya OJK menjaga ketahanan sektor fintech lending agar tidak menimbulkan risiko sistemik terhadap industri keuangan secara luas.
Baca Juga: Tetap Waspada! Kenali Tanda-Tanda Pinjol Ilegal Sebelum Menjadi Korban, Simak Selengkapnya di Sini
Peningkatan Kredit Buy Now Pay Later (BNPL)
Selain pinjaman konvensional, model pembiayaan digital melalui skema Buy Now Pay Later (BNPL) juga menunjukkan pertumbuhan pesat.
Menurut data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), per Maret 2025 nilai baki debet kredit BNPL mencapai Rp 22,78 triliun atau tumbuh 32,18 persen YoY, dengan total rekening mencapai 24,56 juta.