POSKOTA.CO.ID - Kunjungan anggota DPR sekaligus publik figur, Verrell Bramasta, ke lokasi banjir bandang di Sumatera Barat sempat menjadi perhatian besar warganet.
Bukan sekadar karena kehadirannya di tengah masyarakat terdampak bencana, tetapi karena atribut yang ia gunakan selama berada di lokasi tersebut. Penampilan Verrell Bramasta dengan rompi taktis, sepatu bot, dan kacamata hitam dinilai tidak lazim untuk kondisi penanganan bencana banjir.
Unggahan foto kunjungan tersebut di media sosial akhirnya memicu beragam reaksi publik. Sebagian warganet mempertanyakan relevansi penggunaan rompi semacam itu di lokasi bencana, sementara sebagian lainnya menilai aksi tersebut sebagai bentuk kesiapsiagaan. Polemik ini kemudian berkembang menjadi perbincangan luas di media sosial dan portal pemberitaan nasional.
Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas Antisipasi Kemacetan Reuni Akbar 212 di Monas
Penampilan yang Memicu Sorotan Publik
Dalam dokumentasi yang beredar di akun Instagram pribadinya @bramastavrl, Verrell mengenakan pakaian yang menyerupai atribut taktis: kaos hitam, celana gelap, sepatu bot lapangan, serta rompi loreng bertuliskan namanya. Banyak warganet beranggapan bahwa penampilan tersebut lebih cocok untuk operasi keamanan dibandingkan kegiatan kemanusiaan pascabencana banjir.
Komentar publik pun terbagi. Ada yang menyebut penampilan tersebut hanya bersifat simbolis dan tidak berdampak langsung terhadap bantuan yang diberikan. Di sisi lain, beberapa pengguna media sosial menilai tampilan tersebut seperti adegan sinematik atau sesi pemotretan.
Namun, sebagian warganet juga menegaskan bahwa fokus utamanya seharusnya bukan pada busana, melainkan pada bantuan nyata bagi korban bencana.
"Buat apa sih pakai itu?" ujar @Gil***
Apakah Rompi Taktis Dibutuhkan di Lokasi Bencana?
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah rompi taktis relevan digunakan dalam konteks penanganan banjir?
Dalam dunia kebencanaan, rompi lapangan umumnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat komunikasi, identitas petugas, peta jalur evakuasi, serta perlengkapan ringan lainnya
Menurut panduan pemulihan pascabencana BPBD, rompi taktis bukan alat perlindungan fisik, melainkan lebih ke fungsi logistik kecuali jika rompi tersebut merupakan tipe antipeluru, yang hanya digunakan dalam operasi keamanan atau konflik bersenjata.
Karena itu, polemik muncul ketika publik menilai rompi yang dikenakan Verrell lebih menyerupai rompi militer dibandingkan rompi lapangan relawan, sehingga dianggap tidak sesuai dengan konteks bencana banjir.
Aktivitas Kemanusiaan di Lokasi Banjir
Terlepas dari perdebatan mengenai atribut yang digunakan, Verrell terlibat dalam sejumlah aktivitas di lokasi bencana. Ia terlihat berinteraksi dengan warga, berdialog dengan aparat pemerintah dan relawan, serta ikut membantu proses pembersihan pemukiman warga.
Dalam unggahannya, ia menuliskan bahwa kunjungan tersebut bukan hanya bersifat simbolik, tetapi sebagai bentuk dukungan langsung kepada para korban. Verrell juga menyebut bahwa empati dan kehadiran fisik dapat memberi semangat moral bagi masyarakat terdampak.
Baca Juga: Akhirnya Debut di Persib, Dewangga Dedikasikan Penampilan untuk Sang Istri
“Kepedulian adalah langkah awal dalam membangun kembali harapan,” tulisnya dalam unggahan tersebut.
Namun demikian, klarifikasi tersebut belum sepenuhnya meredakan kritik publik.
Banjir bandang di Sumatera terjadi dengan dampak besar yang meluas. Berdasarkan data resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ratusan jiwa meninggal dan ribuan warga terdampak kehilangan tempat tinggal.
Kerusakan fasilitas publik, rumah penduduk, serta infrastruktur jalan dan jembatan menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat tidak hanya sebatas bantuan material, tetapi juga konsistensi dalam dukungan jangka panjang.
Dalam konteks tersebut, setiap kunjungan perwakilan pemerintah, relawan maupun publik figur membawa ekspektasi besar baik dari sisi simbolik maupun realisasi bantuan.
Kontroversi terkait penggunaan rompi taktis oleh Verrell Bramasta menunjukkan bahwa publik semakin kritis terhadap penanganan bencana oleh pejabat maupun figur publik. Kesadaran digital masyarakat kini bukan hanya pada apa yang dilakukan, tetapi juga bagaimana seseorang tampil di ruang publik—terutama dalam konteks kemanusiaan.
Pada akhirnya, esensi utama dari kunjungan ke lokasi bencana adalah membantu korban, bukan menonjolkan atribut personal. Apapun dinamika opini publik, yang terpenting adalah keberlanjutan dukungan, pemulihan daerah terdampak, dan pemenuhan kebutuhan dasar para korban.
