POSKOTA.CO.ID - Belakangan ini media sosial ramai membicarakan kabar mengejutkan: harga iPhone 17 Pro Max di Indonesia diklaim turun drastis menjadi hanya Rp25.000. Banyak warganet sontak heboh dan berpikir ini kabar bahagia bagi para pencinta gadget. Namun, benarkah iPhone kini bisa dibeli dengan harga satu porsi bakso?
Ternyata, rumor tersebut muncul setelah wacana redenominasi rupiah kembali masuk dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029.
Banyak yang salah paham, mengira redenominasi berarti “penurunan harga”. Padahal, yang berubah hanyalah penulisan nominal uang, bukan nilai riil atau daya belinya.
Baca Juga: 7 Cara Lindungi Data Pribadi dari Kebocoran dan Hacker
Apa Itu Redenominasi Rupiah?
Istilah redenominasi sudah muncul sejak tahun 2010 ketika Bank Indonesia (BI) mengusulkan rencana penyederhanaan nominal rupiah. Secara sederhana, redenominasi berarti menghapus beberapa angka nol di belakang nominal uang tanpa mengurangi nilainya.
Misalnya, jika hari ini kamu membeli kopi seharga Rp10.000, setelah redenominasi (misal tiga nol dihapus), harga kopinya akan menjadi Rp10. Tetapi, daya beli tetap sama — uang Rp10 baru setara dengan Rp10.000 lama. Jadi bukan berarti harga kopi menjadi supermurah.
Mengutip Indonesia Treasury Review edisi 2017, redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan penulisan nominal suatu mata uang menggunakan skala baru tanpa mengubah nilai uang terhadap barang atau jasa. Dengan kata lain, nominal berubah, tapi nilainya tetap.
Manfaat Redenominasi bagi Sistem Keuangan
Kebijakan ini sebenarnya membawa banyak manfaat, terutama dari sisi efisiensi dan kepraktisan. Dalam laporan Indonesia Treasury Review 2017, disebutkan beberapa manfaat redenominasi:
- Transaksi dan pembukuan jadi lebih sederhana: Dengan jumlah nol yang lebih sedikit, pencatatan akuntansi dan transaksi keuangan akan lebih ringkas dan mudah dibaca.
- Mengurangi kesalahan input angka: Semakin banyak digit, semakin tinggi risiko salah ketik atau salah hitung dalam sistem keuangan besar seperti perbankan dan bisnis korporasi.
- Meningkatkan efisiensi sistem IT perbankan: Bank dan lembaga keuangan sering menghadapi kendala teknis ketika menangani angka besar seperti triliunan. Dengan nominal lebih kecil, sistem menjadi lebih cepat dan stabil.
- Mempermudah pengelolaan moneter dan inflasi: Skala harga barang yang lebih kecil membuat pengendalian inflasi oleh BI lebih efektif.
- Menghemat biaya cetak uang: Dengan variasi nominal yang lebih sedikit, kebutuhan mencetak uang baru bisa ditekan.
Namun, semua manfaat tersebut hanya bisa dirasakan jika prosesnya dilakukan secara terencana, sistematis, dan terukur. Seperti kata kutipan dari riset Kementerian Keuangan, redenominasi baru akan efektif jika didukung kesiapan ekonomi nasional dan sistem keuangan yang kuat.
Perspektif Pakar Ekonomi
Melansir dari berbagai sumber Ekonom senior Indonesia, Raden Pardede, pernah menjelaskan bahwa redenominasi memiliki dampak psikologis terhadap persepsi nilai uang.
“Secara psikologi membuat kita lebih yakin, karena hitungan ke dolar tidak lagi Rp15.000 tapi jadi Rp15. Kesan seolah mata uang kita lebih kuat,” ujarnya
Meski begitu, Raden menegaskan bahwa redenominasi tidak akan mengubah nilai tukar rupiah secara nyata. Kekuatan kurs tetap bergantung pada faktor fundamental seperti inflasi, neraca pembayaran, dan aliran modal asing.
“Jadi ini lebih pada persepsi dan administrasi, bukan penguatan ekonomi secara langsung,” tambahnya.
Sebagai perbandingan, negara seperti Jepang dan Korea Selatan belum pernah menerapkan redenominasi meski nilai tukar mereka terhadap dolar jauh lebih tinggi. Alasannya, mereka fokus memperkuat fundamental ekonomi, bukan sekadar memotong nol.
Dampak pada Harga Barang dan Produk Teknologi
Lalu, bagaimana dengan rumor iPhone 17 Pro Max Rp25.000 tadi?
Nah, di sinilah banyak masyarakat salah paham. Jika redenominasi terjadi, harga Rp25 juta hari ini akan ditulis menjadi Rp25 ribu (jika tiga nol dihapus). Tapi daya beli uang juga ikut disesuaikan. Artinya, kamu tetap membutuhkan uang senilai Rp25 juta lama untuk membeli iPhone itu.
Jadi, iPhone 17 Pro Max tidak menjadi murah, melainkan penulisannya saja yang lebih singkat.
Hal serupa juga berlaku untuk produk teknologi lainnya seperti Xiaomi 17 Pro Max atau OPPO Find X9 Pro — nilai riilnya tetap sama. Efek utama redenominasi justru akan terasa pada kecepatan transaksi, efisiensi sistem pembayaran, dan kemudahan pembukuan bisnis, bukan penurunan harga barang.
Baca Juga: Lisa Mariana Resmi Jadi Tersangka Terkait Dugaan Video Syur Berdurasi 4 Menit 28 Detik
Efisiensi Transaksi dan Sistem Perbankan
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, juga pernah menegaskan manfaat ekonomis redenominasi.
“Dengan pengurangan tiga nol, efisiensi ekonomi meningkat. Penggunaan teknologi perbankan dan sistem pembayaran menjadi lebih efektif,” ujarnya pada 2022 lalu.
Ketika jumlah digit dalam transaksi berkurang, kecepatan pemrosesan data meningkat — hal yang penting di era digital banking. Jadi, redenominasi bukan sekadar perubahan tampilan uang, tetapi langkah menuju sistem keuangan yang lebih modern dan efisien.
Intinya, redenominasi tidak akan membuat harga iPhone turun, juga tidak mengubah daya beli masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem keuangan, bukan mengubah nilai ekonomi.
Yang terpenting, masyarakat perlu memahami bahwa redenominasi berbeda dengan sanering (pemotongan nilai uang). Dengan pemahaman yang benar, kebijakan ini bisa disambut sebagai langkah modernisasi ekonomi Indonesia yang membawa efisiensi jangka panjang bukan sebagai kabar palsu tentang harga iPhone Rp25.000.
