PONDOK GEDE, POSKOTA.CO.ID - Kepala Sekolah SDN Jatibening Baru 2, Anti Susanti, memastikan pihak sekolah telah melakukan mediasi antara pihak korban dan pelaku dalam kasus perundungan yang dialami seorang siswa berusia 10 tahun.
Peristiwa perundungan terjadi pada Mei 2025 lalu. Anti juga menegaskan bahwa kedua pelaku pemukulan telah mengakui perbuatannya.
“Begitu ada pengaduan tanggal 17 Mei, pihak sekolah langsung mengadakan mediasi antara pelaku dan korban. Dalam mediasi itu sudah terjadi kesepakatan, dan pelaku mengakui bahwa ia memang memukul korban,” ujar Anti saat ditemui di Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Senin 27 Oktober 2025.
Menurut Anti, kesepakatan awalnya menyebut pelaku bersedia mengganti biaya pengobatan korban secara penuh dan tidak dicicil. Namun, kesepakatan itu tidak berjalan sesuai rencana.
“Dari cerita ibu korban, setelah ada pembayaran, ternyata masih kurang Rp310 ribu dari total Rp2.310.000. Jadi baru dibayar dua juta. Karena merasa tidak ada niat baik dari pihak pelaku, ibu korban akhirnya menagih dan tidak terima,” jelasnya.
Baca Juga: Disdik Kota Bekasi Bantah Normalisasi Kasus Bullying di SDN Jatibening Baru 2
Ia mengatakan, sempat terjadi perbedaan pendapat soal pengobatan korban. Dimana Ibu korban ingin anaknya dibawa ke dokter ortopedi di rumah sakit pilihan, sementara pihak pelaku keberatan karena faktor ekonomi dan menyarankan berobat ke tukang urut.
Anti mengakui pihak sekolah tidak menjenguk korban usai kejadian. Namun, langkah itu diambil karena kondisi korban dinilai masih baik dan tetap masuk sekolah keesokan harinya.
“Kami lihat anaknya tetap sekolah, kelihatan baik-baik saja. Saat itu saya juga sempat menemuinya dan menanyakan langsung, ‘Gimana kabarnya, tangannya masih sakit enggak?’,” ucap Anti.
Menurut Anti, perundungan tersebut bukan aksi yang direncanakan, melainkan akibat candaan yang keterlaluan antar siswa.
“Anak-anak itu kan suka bercanda, tapi kali ini bercandanya keterlaluan sampai melukai. Saya yakin mereka tidak punya niat jahat. Tapi tentu saja, tindakan seperti ini tetap tidak bisa dibenarkan,” ujarnya.
Anti memastikan bahwa jumlah pelaku pemukulan hanya dua orang, sementara dua siswa lainnya hanya menjaga pintu saat kejadian berlangsung.
“Yang jelas berdua yang memukul, sedangkan dua lainnya hanya menjaga di pintu. Itu yang kami ketahui saat mediasi pertama di sekolah,” ungkap Anti.
Sementara itu, Nur Ali, wali kelas 3 SDN Jatibening Baru 2, menuturkan bahwa peristiwa pemukulan terjadi saat jam istirahat dan di luar pengawasan guru.
“Pemukulan terjadi di jam istirahat. Saya tidak tahu di menit keberapa kejadiannya. Saya baru tahu setelah ada laporan dari murid lain, ‘Pak, tadi si Z ditampar’. Besoknya langsung kami mediasi dan akhirnya ada kesepakatan bahwa orang tua pelaku akan membiayai pengobatan,” jelas Ali.
Ia mengaku tidak menyangka kasus ini akhirnya menjadi viral dan berujung ke ranah hukum.
“Saya kira sudah selesai. Kami juga sudah menyarankan agar orang tua pelaku berkunjung ke rumah korban,” katanya.
Ali mengungkapkan bahwa sebelumnya Z sering membelikan jajanan untuk teman-temannya, hingga akhirnya ia menegur langsung kebiasaan itu.
“Awalnya saya tidak tahu kalau Z suka mentraktir temannya. Tapi setelah dua bulan tidak nabung, saya curiga dan menelepon ibunya. Orang tua murid juga bilang kalau Z sering kasih uang ke temannya. Akhirnya saya tegur, saya bilang, ‘Besok jangan jajanin teman-temanmu lagi,’” ujarnya.
Baca Juga: Laporan Diabaikan, Ibu Korban Perundungan di Bekasi Minta Pendampingan DPRD
Saat ini, baik pihak korban maupun salah satu pelaku diketahui sudah tidak bersekolah di SDN Jatibening Baru 2. Menurut Ali, keduanya mengalami gangguan psikis akibat proses hukum yang tengah berjalan.
“Saya ingin kasus ini cepat selesai. Di kepolisian juga cepat tuntas, karena kasihan mereka, dua-duanya sekarang sedang down,” katanya.
Sebelumnya, Amelia 35 tahun, orang tua Z, korban perundungan mengaku hingga kini belum mendapatkan kejelasan penanganan dari pihak sekolah, Dinas Pendidikan, maupun kepolisian.
Merasa diabaikan, Amelia pun nekat mendatangi kantor DPRD Kota Bekasi untuk meminta pendampingan dari Komisi IV.
“Tujuan utama saya datang ke DPRD adalah untuk meminta pendampingan, karena kasus bully yang dialami anak saya seperti diabaikan. Baik dari pihak sekolah, dinas pendidikan, maupun kepolisian. Laporan saya dari bulan Juni sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya,” ujar Amelia, Jumat 24 Oktober 2025.
Amelia menuturkan, perundungan terhadap anaknya sudah terjadi sejak Z duduk di bangku kelas 3 SD atau sekitar September 2024. Saat itu, Z kerap dipalak dan dipukul oleh teman-teman sekelasnya.
“Karena anak saya tidak memberikan uang, mereka memancing dia masuk ke dalam kelas, lalu memukul berkali-kali, menendang, dan menampar,” ungkapnya.
Sebelum melapor ke polisi, Amelia sempat mengikuti proses mediasi antara pihak sekolah dan orang tua pelaku. Namun, ia menilai upaya itu tak membuahkan hasil.
“Dari awal saya sudah melakukan mediasi, tapi diabaikan oleh pihak sekolah dan pelaku. Tidak ada kejelasan bagaimana penyelesaiannya,” kata Amelia.
